Nikah: Hukum Pernikahan Islam

Gus Dimas
Oleh: Dimas Cokro Pamungkas


Menurut pandangan syari'ah ada lima hukum dasar pernikahan, kelima hukum tersebut sangat erat hubunganya dengan jatidiri dan emampuan seseorang mengenai fisik, psikis dan materi,
1. Wajib
Wajib hukumnya bagi orang yang mengharapkan keturunan, agar dia tidak terjebak dalam perzinahan, untuk tipe alasan seperti ini, suka ataupun tidak, hukumnya wajib bagi dia untuk menikah. meskipun dengan pernikahan itu nanti bisa menyebabkan terputusnya amalan ibadah sunah.
2. Makruh
Makruh menikah bagi orang yang tidak menyukai pernikahan dan tidak menghendaki atau tidak memiliki keinginan mempunyai keturunan, disamping itu nanti bisa menyebabkan terputusnya amalan ibadah sunah.
3. Mubah
Menikah jadi mubah bila orang yang bersangkutan tidak takut terjebak zina, tidak tertarik memiliki keturunan, dan pernikahannya tidak menyebabkan terputusnya amalan ibadah sunah.
4. Haram
Pernikahan jadi aram bila menyakiti pasangan, seperti impoten, frigid, kelainan sex, tidak mampu memberi nafkah lahir batin, meskipun menika dengan berlandaskan cinta, menjauhi dosa zina dan mendapatkan keturunan.
5. Sunah
Pernikahan menjadi sunah bagi laki-laki Ta'iq, yaitu laki-laki yang sudah mampu secara finansial, kuat sekali keinginanya untuk bersetubuh, kuat sekali keinginan untuk punya keturunan. meskipun ia disibukkan dengan urusan beribadah. hukum ini juga berlaku bagi perempuan.
Ibnu Urfah menambahkan dalam bentuk lain tentang wajibnya menikah bagi perempuan, yaitu lemahnya si perempuan dari kekuatan dirinya serta tidak adanya yang melindungi dirinya selain dengan menikah. (Qurrotul Uyun, hal 8)
Qurrota A'yun Psychology Consultant
Jln Ry Semen No.50 Wangkalkepuh Gudo Jombang
Asuhan Dimas Cokro Pamungkas (Gus Dimas) 081559551234

Hukum Islam Tentang Cuka Berbahan Alkohol

Tanya:
Assalamualaikum Ustadz Dimas,
  1. Saya ada sedikit ganjalan dipikiran tentang minuman beralkohol yg dijadikan campuran cuka, bagaimana hukumnya dalam agama islam? karena posisi saya di Hongkong hal seperti itu sudah umum di sini.
  2.  Saya khan merawat bayi, jadi kehidupan saya hampir setiap saat bersama bayi momongan saya tersebut, nah setiap saat pula bisa saya pastikan kalau baju/pakaian saya bersentuhan dengan air seninya/ompol, bagaimana status sholat saya? apakah saya harus ganti baju setiap kali sholat?
  3. Di sini ada perabot makan dari perak, maklum keluarga berada, nah saya pernah dengar kalau seperti itu tidak boleh ya? apakan benar ustadz?
Wassalamualaikum
Hormat Saya, Ina HK
+886936929***


Jawab:
Waalaikumsalam Wb Wb
Mbak Ina, semoga lindungan Allah senantiasa menyertai sampean di negeri seberang sana, dan semoga bisa pulang dengan kumpulan rizki yang berkah, Aamiin...
  1. Hukumnya jelas itu mbak, Tidak Boleh, karena semua itu termasuk khamr, dan segala macam khamr itu dilarang, saran saya lebih hati-hati saja untuk mengkonsumsi makanan di negara non muslim tapi tetap dalam wadah saling menghormati antar umat beragama, jangan sampai keyakinan sampean itu sampean terapkan dengan kaku yang bisa menyinggung penganut keyakinan lain.
  2. Bagus juga kalau sampean sediakan baju khusus dipakai untuk sholat, seperti mukena yang dipakai hanya waktu sholat, tapi bila tidak ada waktu untuk ganti baju tiap kali sholat yang harus sampean lakukan untuk baju yang kena air seni bayi adalah mencuci baju yang terkena percikan air seni tersebut, cukup dibagian yang terkena air seni, itu kalau bayi cewek/perempuan, untuk bayi cowok/laki-laki malah lebih mudah, yaitu cukup diciprati dengan air saja.
  3. Bagi kita umat muslim hukumnya sudah sangat jelas untuk makan & minum dari wadah emas dan perak, yaitu tidak boleh, karena sudah dijelaskan dalam hadits nabi:
    Dari Ummu Salamah ra., ia berkata: Rosulullah saw. pernah bersabda: "Orang yang minum dengan wadah perak, sesungguhnya ia hanya menuangkan api neraka jahanam kedalam perutnya" (HR. Bukhori dan Muslim)
    Sampean hindari emas dan perak untuk peralatan makan sampean pribadi dengan tidak menyinggung keyakinan agama majikan tempat kerja sampean, dengan begitu harapannya sampean bisa bekerja dan beribadah dengan suasana yang nyaman, Aamiin... Wassalamualaikum Wr Wb.


    Gus Dimas
    • Bila ada pertanyaan seputar permasalahan kehidupan, rumahtangga dll yang ingin tahu jawaban/solusi/hukum secara Islam silahkan sms ke nomor: +6281559551234 atau ke email: dimascokropamungkas@gmail.com, Insya Allah saya berusaha jawab semampu saya, semoga berkah bagi kita semua, Aamiin... terimakasih, Wassalamualaikum Wr Wb.

    • Oleh: Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
      Pengurus Pencak Silat Nahdlatul Ulama di Jombang

Berbagi di Bulan Ramadan

“Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah, berpuasa, dan shalat di kala kebanyakan manusia tidur.” (HR.At-Tirmidzi)

Ramadan adalah bulan istimewa bagi umat Islam yang beriman di seluruh penjuru dunia. Di bulan suci ini, nilai ibadah diganjar seribu kali lipat dibandingkan dengan 11 bulan lainnya. Kedatangan bulan Ramadan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini.

Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadan.

Salah satu ibadah yang dianjurkan Allah di bulan Ramadan adalah sedekah. Orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat. Sebab sedekah adalah amal kebaikan sebagaimana al-Quran surah al-A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah, yang kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah.

Marilah kita baca hadist Rasulullah saw; “Sesungguhnya Allah swt itu Maha Memberi, Ia mencintai pemurah  serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. al-Baihaqi)

Hadist diatas juga kita bisa petik hikmahnya bahwa Islam sangat membenci sifat pelit dan bakhil dan sifat suka meminta-minta. Tetapi sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi dan pemurah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.”  (HR. Bukhari)

Kita sudah tidak membantah lagi tentang keistimewaan ibadah sedekah, terlebih bersedekah di bulan Ramadan. Sejumlah cendekiawan dan ulama muslim mengatakan bahwa terdapat ratusan dalil yang menegaskan bahwa Allah swt memberikan pahala yang berlipat ganda dan memuliakan kaum yang bersedekah.

Mengutip kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, terdapat keutamaan bersedekah antara lain:
Pertama, sedekah dapat menghapus dosa. Pernyataan ini diperkuat dengan dalil hadist Rasulullah saw, “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614).

Pengampunan dosa ini tentu saja disertai taubat sepenuh hati, dan tidak kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela serta terhina seperti sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, atau mengambil harta anak yatim.

Kedua, bersedekah memberikah keberkahan pada harta yang kita miliki. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah saw yang berbunyi, “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim).

Ketiga, Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah. Hal ini sebagaimana janji Alla swt di dalam al-Quran. “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs; al-Hadid: 18)

Keempat, terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah. Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga.

“Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”  (HR Bukhari).

Dan terakhir, orang yang sering bersedekah dapat membebaskan dari siksa kubur. Rasulullah saw bersabda, “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani)

Karena itu, dengan tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk mengutamakan bersedekah, supaya kita termasuk orang yang mendapatkan berkah dan hidayah-Nya. Aamiin.
(Dr HM Harry M Zein)

Ada Yang Hanya Dapat Lapar dan Haus di Puasanya

“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari puasanya itu kecuali rasa haus dan lapar.” (HR Turmudzi)

Secara sederhana, bulan puasa adalah bulan dimana diwajibkan umat Islam (beriman) untuk menahan lapar dan haus sepanjang hari, mulai matahari terbit hingga matahari terbenam.

Sebagaimana Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS al-Baqarah:183).

Namun membaca ayat di atas, puasa bukan sebatas menahan lapar dan haus sejak mulai terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Rasulullah pernah bersabda bahwa puasa adalah perlindungan, dan perlindungan ini akan bisa dirasakan selama manusia bisa memaknai nilai-nilai puasa yang dijalankannya.

Untuk bisa mengambil makna dari puasa tersebut, dipastikan setiap orang berbeda-beda, dan tergantung dengan tingkat keimanan. Tingkat keimanan itu yang menurut sebagian besar ulama tafsir adalah perbedaan derajat puasa itu sendiri. Maksudnya adalah kemampuan setiap Muslim dalam menjalankan puasa.

Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin memberikan klasifikasi puasa yang dijalankan yakni dengan tiga tingkatan. Tingkat pertama adalah puasa umum, tingkat kedua puasa khusus dan tingkat paling tinggi adalah puasa khusus yang lebih khusus lagi.

Tingkat puasa umum merupakan tingkatan puasa yang paling rendah, berpuasa hanya sekadar menahan rasa lapar dan haus. Puasa ini termasuk puasa untuk orang awam. Banyak ditemui puasa jenis ini di sekeliling kita, dimana mereka berpuasa, tetapi tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT seperti bergunjing, berbohong atau menipu hingga korupsi.

Mengenai perkara ini, Rasulullah SAW pernah bersabda yang diriwayatkan Turmudzi berbunyi, “Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari puasanya itu kecuali hafsu dan lapar.”

Meski bergunjing, berdusta, atau menipu tidak termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi perbuatan tercela itu termasuk bagian yang membatalkan hakikat puasa.

Puasa tingkatan kedua adalah puasa khusus. Artinya adalah berpuasa di samping menahan lapar dan haus, juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat atau tercela. Puasa khusus juga diartikan berpuasa untuk menahan pendengaran, pandangan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan kita untuk tidak mengerjakan kemaksiatan.

Misalnya menahan telinga kita untuk tidak mendengarkan kebohongan, atau menahan pandangan mata kita untuk tidak melihat hal-hal yang mendorong diri kita untuk berbuat kemaksiatan, serta menahan lisan kita untuk tidak berkata bohong pada orang lain.

Berapa banyak kebohongan yang kita lakukan tanpa kita sadari baik itu bohong yang bersifat sepele maupun besar. Tingkatan puasa ini adalah orang-orang yang shaleh. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah perisai (tabir penghalang dari perbuatan dosa). Maka apabila seseorang dari kamu sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan sesuatu yang keji dan janganlah ia berbuat jahil.”  (HR Bukhari-Muslim)

Sedangkan tingkatan puasa yang paling tinggi adalah puasa khusus yang lebih khusus. Artinya puasa hati dari segala kehendak hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya memikirkan apa-apa yang selain Allah. Puasa level ini adalah puasanya para nabi-nabi, shiddiqin, dan muqarrabin.

Puasa khusus yang dikhususkan juga berarti puasa hati dari memperturutkan diri untuk memikirkan hal-hal duniawi, menahan diri dari untuk tetap istiqamah hanya memikirkan Allah dan selalu mengingatnya, jika mendapatkan kenikmatan maka tidak pernah lupa untuk selalu bersyukur dan jika mendapatkan musibah tidak pernah mengeluh, selain hanya berkata "Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali".

Inilah derajat tertinggi dari puasa. Kembali pada diri kita sendirilah yang bisa mengukur sampai di derajat manakah puasa yang selama ini kita jalankan. Sudahkah puasa tersebut bisa betul-betul terefleksikan dalam keseharian kita? 
(Dr HM Harry M Zein)

Ruwatan & Hukumnya (Menurut Emha Ainun Nadjib)

Emha Ainun Nadjib Bicara Ruwatan
Senin, 01 Juli 2013 02:36:28 WIB
Reporter : Yusuf Wibisono

Semarang (beritajatim.com) - Budayawan asal Jombang, Jawa Timur, Emha Ainun Nadjib bersama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo Semarang meresmikan “Ruwatan” sebagai bagian dari ajaran Islam yang diambil dari al-Quran dan Hadits.

"Ruwatan bukan sebagai budaya Hindu-Budha melainkan sebagai bagian dari ajaran al-Quran yang dijalankan oleh umat Islam. Ruwatan juga bukan asal usul kebatilan maupun bid'ah melainkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an," ucap Cak Nun, sapaan akrabnya, seperti dilansir laman resmi PBNU, Minggu (30/6/2013).

Istilah "ruwatan" sebagai budaya Hindu-Budha ditolak oleh budayawan berusia 60 tahun itu. Hal itu dikatakanya dalam Guyub Rukun Bareng Cak Nun Jilid 3, di halaman Ma’had Walisongo, Kampus II IAIN Walisongo Semarang, belum lama ini.

Ia  menjelaskan, ajaran ruwatan tidak sekedar dilestarikan saja, melainkan juga harus tamasyuk dibumikan. Hal itu sesuai dengan istilah KH Fadlan Musyafak selaku pengasuh Ma’had Walisongo ruwatan ialah harokatut tamasyuk bis tsaqafah wal hadloroh al Indonesiyah.

Menanggapi kelompok yang mentafsirkan ruwatan sebagai bid'ah dholalah pihaknya menolak. "Keliru dan salah bila mengartikan istilah ruwatan sebagai bid'ah. Sebab bid'ah ada yang diperbolehkan dan dilarang dalam hukum syara’. Tamasyuk merupakan bid'ah khasanah yang harus dijaga dan dibumikan," beber suami Novia Kolopaking.

Ia mengajak Jamaah Maiyah yang hadir agar tidak memaknai ruwatan secara menyeluruh. Sebab lanjutnya suatu ajaran yang diturunkan dari langit ke bumi adalah sesuatu ketentuan, anjuran, perintah yang sudah baku dan permanen lebih dari itu ada pula ibadah atau kebaikan yang bermula dari bumi ke langit yang tidak ada dalil larangannya.

Bagian anjuran yang dibolehkan ajaran agama, kata penerima penghargaan Satyalancana kebudayaan tahun 2010 itu, ibadah dibagi menjadi 2 yang diperintahkan dan dilarang sesuai ketentuan Aluran.

Pertama, ibadah melalui jalur vertikal antara makhluk dengan sang pencipta yang sudah tidak bisa ditawar dan menjadi ketentuan baku. Kedua, sambungnya ibadah melalui jalur horizontal, yakni hubungan ibadah dengan alam, sesama makhluk semisal ruwatan yang merupakan kebudayaan dari ajaran Islam yang patut dijalankan dan dijaga. [suf/but] beritajatim.com

Keutamaan Sholat Tarawih

Qiyam Ramadhan adalah istilah lain dari shalat tarawih dan termasuk dalam qiyamul lail yang menjadi kebiasaan para orang saleh. Shalat Tarawih hukumnya sunnah muakkadah (yang dikukuhkan) berdasarkan hadis dari 'Aisyah RA.

Rasulullah SAW shalat di masjid lalu diikuti oleh orang banyak. Pada hari kedua diikuti lebih banyak, kemudian pada hari ketiga para sahabat kumpul banyak, tetapi Rasulullah tidak keluar. Pada pagi harinya beliau bersabda, ‘Aku telah melihat apa yang kamu sekalian lakukan, tidaklah ada yang mencegahku untuk keluar kecuali karena takut shalat Tarawih diwajibkan atas kamu’. (Muttafaq alaih).

Ibadah ini merupakan taqarrub kepada Ilahi yang paling agung. Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata, Seorang mukmin pada bulan Ramadhan menggabungkan dua jihad untuk melawan nafsunya; jihad siang hari melalui puasa dan jihad malam hari melalui qiyamul lail. Barang siapa yang menggabungkan dua jihad ini, maka pahalanya akan diberikan tanpa hitungan.

Anjuran qiyam Ramadhan dan keutamaannya banyak disebutkan dalam berbagai hadis. Di antaranya, Barang siapa yang menunaikan qiyam Ramadhan dengan keimanan dan mencari pahala dari Allah, maka dosanya yang terdahulu akan diampuni. (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut Ibnu al-Mundzir, dosa-dosa yang diampuni meliputi dosa besar dan kecil. Sedangkan, Imam Nawawi dalam kitabnya, Fath al-Bari, menyebutkan, dosa yang akan dihapus melalui shalat malam adalah dosa kecil dan bisa memperingan dosa-dosa besar.

Rasulullah SAW tidak membatasi jumlah rakaat shalat malam. Umar RA dan para sahabat melakukan shalat tarawih 20 rakaat selain witir. Shalat malam dua rakaat, dua rakaat, apabila salah seorang dari kamu khawatir masuk waktu subuh, menutupnya dengan witir satu rakaat. (HR Bukhari).

Dalam hadis ini tidak ada pembatasan rakaat. Dan, mereka adalah generasi yang paling memahami sunah Rasulullah SAW. Selama Ramadhan kita harus berusaha maksimal menunaikan Tarawih setiap malam dengan berjamaah sampai usai agar mendapatkan pahala qiyamul lail semalam suntuk.

Abu Dzar meriwayatkan dari Rasulullah bersabda, Barang siapa menunaikan qiyam bersama imam (berjamaah) sampai selesai, maka ditulis pahala shalat malam semalam suntuk. (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani).

Hadis ini dalil disyariatkannya qiyam Ramadhan dengan berjamaah. Dan, ini merupakan sunah Nabi SAW yang diikuti oleh para Khulafaur Rasyidin dan sahabat.

Dalam riwayat Aisyah disebutkan, Rasulullah SAW mendirikan qiyamul lail 11 rakaat sekitar lima jam, bahkan terkadang seluruh malam digunakannya untuk qiyamul lail. Satu rakaat ditunaikan sekitar 40 menit.

Para salafus shalih berusaha memperpanjang rakaat qiyam Ramadhan sambil mengkhatamkan Alquran. Setiap mukmin wajib bersungguh-sungguh mendirikan Tarawih ini, terlebih pada malam-malam 10 hari terakhir Ramadhan untuk menanti Lailatul Qadar.

Barang siapa qiyam pada malam al-Qadar dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang terdahulu. (HR Bukhari dan Muslim). Semoga kita termasuk orang-orang mendapat kemuliaan Ramadhan.
(KH Achmad Satori Ismail)

Lidahpun Ikut Puasa

Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaaf [50]: 18)

Lidah tidak bertulang. Petatah itu menggambarkan bagaimana lidah bisa membawa si pemiliknya menuju pintu surga atau menuju pintu neraka. Bahaya yang ditimbulkan oleh lidah sangat besar, dan petaka yang bermula darinya juga luar biasa.

Abu Bakar Ash-Shiddiq ra Pernah memegang lidahnya sambil menangis dan berkata, “Inilah yang mendatangkan berbagai bencana padaku.”

Lidah memiliki banyak “penyakit” yang bisa membawa pemiliknya mendapatkan malapetakan seperti perkataan dusta, gosip, adu domba, perkataan kasar, mencela, perkataan kotor, kesaksian palsu, kata-kata laknat, cemoohan, merendahkan orang lain, dan sebagainya. Karena itu tidak aneh jika banyak perkataan yang menghantarkan pelakunya ke neraka, lantaran ia tidak bisa mengontrol lidahnya, dan membiarkan kata-katanya liar.

Lidah laksana binatang buas yang amat berbahaya, ular berbisa, dan api yang meluap-luap. Ibnu Abbas ra, pernah berkata kepada lidahnya sendiri, “Wahai lidah, katakanlah yang baik niscaya engkau akan meraih kebaikan. Atau diamlah, niscaya engkau akan selamat. Semoga Allah merahmati seorang muslim yang menahan lidahnya dari kehinaan, mengikatnya dari gosip, mencegahnya dari ucapan sia-sia, dan menahannya dari kata-kata yang diharamkan.”

Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Mu’adz ra. sambil memegang lidah, “Tahanlah ini!” Mu’adz berkata, “Apakah kami akan disiksa karena apa yang kami ucapkan, wahai Rasulullah?” “Ibumu akan kehilangan dirimu wahai Muadz. Tidaklah wajah orang-orang itu dilemparkan ke dalam api neraka melainkan karena hasil perbuatan lidah mereka." (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Namun begitu, lidah juga merupakan sarana menuju kebaikan dan bisa mengantarkan pemiliknya ke pintu surga. Maka, alangkah damainya orang yang senantiasa berzikir, memohon ampun, memuji, bertasbih, bersyukur, dan bertobat kepada Allah dengan lidahnya. Dan alangkah malangnya orang yang mengoyak kehormatan manusia, menodai kesucian, serta mendongkel nilai-nilai kebenaran.

Lidah mempunyai cara tersendiri untuk berpuasa, yang hanya diketahui orang-orang yang senantiasa berpaling dari kesia-siaan. Puasanya lidah dapat dilakukan secara terus-menerus, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan yang lain. Namun di bulan Ramadhan lidah lebih terbina dan terarahkan. Karena itu, bagi orang-orang yang berpuasa, basahilah lidah-lidah milik kita dengan zikir, alirkanlah ia dengan ketakwaan, dan bersihkanlah ia dari kemaksiatan-kemaksiatan.

Semoga Allah merahmati orang yang berhati-hati dengan segala ucapannya, mengatur lirikan-lirikan matanya, menghaluskan tutur katanya, dan menimbang-nimbang dahulu apa yang akan diucapkan. Allah swt berfirman, “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qâf [50]  : 18)

Dalam hadisnya, Rasulullah juga selalu mengingatkan umatnya untuk selalu menjaga kehormatan lidahnya dalam berbicara. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang terletak di antara dua rahangnya (lidah), dan apa yang terletak di antara dua pahanya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga,” HR Bukhari dari Sahl bin Sa’ad.

Patut kita sadari, ibadah puasa yang kita jalankan saat ini bukan hanya merasakan lapar dan dahaga semata. Akan tetapi melatih jiwa kita untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Allah swt dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Ya Allah, kami memohon pada-Mu agar kami memiliki lidah-lidah yang jujur dan hati yang bersih.
(Harry M Zein)

Dahsyatnya Do'a Orang Yang Sedang Berpuasa!

“Berkata Rasulullah saw: Terdapat tiga kaum yang doanya tidak akan ditolak: imam yang adil, orang yang puasa sampai dia berbuka, dan orang yang teraniaya.” (Hadis Riwayat Abu Hurairah ra)

Suatu ketika ketika saat berkunjung ke salah satu pasar di Tangerang, seorang pedagang mengeluh bahwa doanya tidak pernah dikabulkan Allah SWT. Keluhan itu berawal ketika dia memenuhi kebutuhan hidup yang dianggap semakin sulit diperoleh.

Mungkin kasus ini tidak hanya terjadi pada diri seorang pedagang tersebut. Banyak kasus serupa yang terjadi di jagat bumi ini. Manusia berkeluh kesah, sangat wajar. Namun ketika dia berkeluh kesah lantaran doanya tidak pernah dikabulkan Allah SWT yang dilanjutkan dengan cacian dan ketidakpercayaan (iman) terhadap keperkasaan Allah SWT. Hal itu di luar kewajaran. Kita bisa bertanya-tanya, mengapa Allah SWT tidak mengabulkan doa?

Jika kita renungkan, sebenarnya apa yang dilakukan itu bukan tidak baik, namun perlu kita cermati bahwa seorang anak manusia sebagai khalifah di muka bumi ini memang berkewajiban untuk berusaha serta  berupaya secara lahiriah, namun usaha tadi berhasil atau tidaknya tergantung Allah SWT jua yang maha menentukan. Oleh karenanya memerlukan keseimbangan antara upaya sebagai salah satu  ikhtiar dan berdoa.

Kita sering  mendengar istilah DUIT (doa, usaha, ikhtiar dan tawakal). Dalam sebuah hadist shahih bahwa Rasulullah saw menuturkan bahwa “Doa orang yang berpuasa tidak akan ditolak”. Betapa strategisnya sebuah doa terlebih pada saat bulan Ramadhan.

Ada empat faedah keutamaan doa diantaranya:
Pertama,  doa merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT, sehingga seseorang yang selalu berdoa, ketahuilah, bahwa dia adalah orang yang dekat dengan Allah SWT dan meyakini akan kekuasaan-Nya.

Kedua, dengan berdoa dikabulkannya permintaan, bisa dalam bentuk penganugrahan berupa kebaikan ataupun tolak bala/bahaya dan keburukan.

Ketiga, menabung pahala di sisi Allah SWT apabila permintaan atau permohonannya belum dikabulkan semasa di dunia. Hal ini merupakan tabungan paling berguna serta paling baik.

Keempat, dengan doa berarti memurnikan ketauhidan, dan memutuskan segala bentuk ketergantungan kepada unsur kebendaan yang bersifat duniawi semata.

Untuk itulah bulan suci Ramadhan merupakan momentum bulan untuk kita berdoa serta terkabulnya sebuah doa. Perbanyaklah berdoa dan mintalah dengan kesungguhan hati. Ada banyak waktu mustajabah pada bulan suci Ramadan ini yang dipandang  terkabulnya sebuah doa, sebelum adhan Magrib saat waktu yang paling agung dan tepat untuk berdoa, yaitu sebelum berbuka puasa. Demikian juga waktu sahur merupakan saat yang paling baik untuk berdoa.

Apabila kita membaca sejarah para Nabi-nabi, seperti Nabi  Zakaria as., yang berkeinginan dikaruniai seorang anak, bertahun-tahun selalu dan selalu berdoa kepada yang maha Khalik yaitu Allah SWT. Sehingga akhirnya nabi Zakaria dikabulkan doanya. Nabi Ayyub as., dirundung penyakit, sehingga tidak melupakan untuk melakukan doa.

Begitu juga Nabi Musa pernah berdoa kepada Allah SWT yang dinyatakan dalam Surat Thaha [20]:25-27 yang artinya “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dan lidahku.” Dari penggambaran ini hendaknya agar kita memetik I’tibar untuk melakukannya. 

Walau strategi jitu sudah dirancang melalui akal pikiran  oleh para tim-tim sukses kandidat Gubernur/Wakil dengan harapan ingin memenangkan sebuah persaingan yang fairness, belum cukup. Karena jabatan, kedudukan, umur dan rizki adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu memohonlah kepada-Nya. Semoga.
(Dr HM Harry M Zein)

Empat Petuah Penting

Dalam kitab Nashaihul Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa sebagian ahli bijak berkata: “Ada empat perkara yang nilainya baik, namun ada empat lainnya yang nilainya jauh lebih baik lagi, yaitu:

Pertama, adanya rasa malu pada kaum lelaki itu baik, namun lebih baik lagi bila rasa malu itu ada pada kaum wanita.

Kedua, adil pada setiap orang itu baik, namun rasa keadilan yang dimiliki oleh pemerintah itu jauh lebih baik lagi.

Ketiga, tobatnya kakek-kakek itu baik, namun lebih baik lagi adalah tobatnya kaum muda.

Keempat, bermurah hatinya kaum kaya itu baik, namun yang lebih baik lagi adalah bermurah hatinya kaum fakir miskin.

Sebagai penyeimbang. Disebutkan kembali bahwa sebagian ahli bijak mengatakan: “Ada empat perkara jelek, namun masih ada empat perkara lain yang lebih jelek lagi, yaitu:

Pertama, perbuatan dosa yang dilakukan oleh kaum muda itu jelek, namun lebih jelek lagi adalah perbuatan dosa yang dilakukan oleh kakek-kakek (orang tua).

Kedua, sibuk oleh segala macam urusan duniawi bagi orang bodoh itu jelek, namun yang lebih jelek lagi bila yang menyibukkan diri dengan urusan duniawi adalah orang ‘alim.

Ketiga, malas beribadah bagi orang awam adalah jelek, namun yang lebih jelek lagi bila malas beribadah itu dilakukan oleh kalangan ulama dan santrinya.

Keempat, berlaku sombong bagi orang kaya adalah jelek, nemun yang lebih jelek lagi adalah berlaku sombongnya orang fakir.

Demikianlah para orang bijak memberi nasehat kepada kita semua. Tidaklah terlalu mendesak untuk kita pusingkan siapa gerangan orang bijak tersebut. Namun alangkah baiknya jika kita menjadikan kedelapan poin diatas sebagai sarana memperbaiki diri.

Bukankah kita diperintahkan untuk melihat apa yang diucapkan bukan siapa yang mengucapkan?

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin dialah termasuk orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah termasuk orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah  termasuk orang yang celaka”.

Semoga kita dapat menjadi manusia yang selalu lebih baik pada setiap harinya. Aamiin.   
(Soraya Khoirunnisa Halim)

Jangan Menunda Amal Baik

Gus Dimas
Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Lalu, beliau menjawab, “Bersedekah selama kamu masih sehat, bakhil (suka harta), takut miskin, dan masih berkeinginan untuk kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda, sehingga apabila nyawa sudah sampai di tenggorokan maka kamu baru berkata, “Untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian’, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli warisnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Salah satu pelajaran yang terkandung dalam hadis yang diriwayat dari Abu Hurairah di atas, menganjurkan kepada kita untuk bersegera bersedekah dan melakukan amal-amal baik lainnya. Tegasnya, berbuat baik jangan ditunda-tunda. Harus segera dilaksanakan.

Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 148, “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.”

Dalam hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, “Perlahan-lahan dalam segala sesuatu itu baik, kecuali dalam perbuatan yang berkenaan dengan akhirat.” (H.R. Abu Dawud, Baihaqi dan Hakim).

Bila kita menunda-nunda amal kebaikan bisa menjadikan amal baik yang akan kita lakukan itu tidak terlaksana. Itu karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput diri kita.
Boleh jadi karena menunda-nunda amal ajal keburu menjemput diri kita sehingga kita tidak sempat melakukan amal baik yang telah kita niatkan.

Selain itu, bila kita menunda-nunda amal baik bisa menyebabkan niat kita menjadi berubah karena ketika kita menunda-nunda berbuat baik, sama dengan membuka kesempatan pada hawa nafsu dan kepada syetan untuk mengganggu dan menggoda diri kita untuk tidak melakukan kebaikan karena hawa nafsu dan setan senantiasa mengajak kepada keburukan dan menghalangi untuk berbuat kebaikan.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf (12) : 53).


Dalam ayat lain, “Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Q.S. Az-Zukhruf (43) : 37).

Untuk itu, bila kita mempunyai niat untuk melakukan kebaikan hendaknya bersegera melakukannya agar kita segera memperoleh kebaikan dan sebagai upaya kita untuk menyempurnakan kebaikan yang kita lakukan.

Di dalam atsar Abdullah Ibnu Abbas R.A dikatakan, “Tidak sempurna kebaikan kecuali dengan menyegerakannya karena jika disegerakan, hal itu akan lebih menyenangkan pihak yang berkepentingan.”

Akhirnya, mari kita renungi sebuah kisah sebagai ibrah dan mauizdah bagi kita untuk menyegerakan setiap kebaikan yang telah kita niatkan.

Dikisahkan, “Seorang saleh yang sedang berada di kamar mandi, pernah memanggil budaknya dan menyuruhnya untuk memberikan sedekah kepada seseorang.

Maka, budak itu berkata kepadanya, “Mengapa tuan tidak bersabar dulu, hingga tuan keluar dari kamar mandi?” Dia menjawab, “Saya mempunyai niat untuk berbuat baik dan saya takut niat itu berubah. Oleh karena itu, begitu mempunyai niat, saya segera mengikutinya dan melaksanakannya.” Wallahu’alam
(H. Moch. Hisyam)

Berita TV9 (TV NU) Tentang Pagar Nusa Gudo Ziarah Gus Dur


Pendekar Pagar Nusa Ziarah Ke Makam Gus Dur

Pendekar Pagar Nusa Ziarah Ke Makam Gus Dur

Jombang, TV9 Surabaya -
Jelang bulan puasa Ramadhan, pendekar Pagar Nusa NU di Jombang berziarah ke makam Gus Dur dan tokoh NU lainnya. Kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mempersiapkan mental dan hati anggota Pagar Nusa, agar lebih khusyu’ dalam beribadah selama bulan suci Ramadhan.

Puluhan anggota perguruan Pagar Nusa kecamatan Gudo, Jombang ini datang ke makam Gus Dur dan para tokoh NU yang lain dengan berseragam lengkap khas Pagar Nusa.
Dipimpin oleh guru bela diri mereka, para pendekar Pagar Nusa ini memanjatkan do’a kepada Allah SWT dengan khusyu’ di depan makam Gus Dur, Tebuireng, Jombang.

Kegiatan ziarah ke makam para tokoh NU ini dilakukan oleh anggota Pagar Nusa Gudo, Jombang adalah upaya dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Menurut ketua Pagar Nusa kecamatan Gudo, Dimas Cokro Pamungkas, kegiatan ziarah ini adalah upaya menata hati para pendekar Pagar Nusa untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Sehingga anggota Pagar Nusa dapat menata hati mereka dan memberikan kekhusyu’an selama ibadah di bulan suci Ramadhan.
Jika sebelum Ramadhan para pendekar telah digembleng secara fisik selama tiga hari dalam seminggu, maka ziarah ini merupakan salah satu upaya pemupukan mental dan pelajaran terhadap pemahaman Islam Ahlussunnah wal Jama’ah ala Nahdlatul Ulama.

(Muhammad Mufid)

Berita Pagar Nusa Gudo Ziarah Ramadlan di Berita21.com

Pendekar Pagar Nusa Ziarah Ke Makan Para Ulama’ NU

Written by | 07/07/2013 |
Para pendekar NU - (Nif)
  
JOMBANG, Berita21.com – Calon pendekar pencak silat NU (Nahdlatul Umala) Pagar Nusa kecamatan Gudo, Jombang berdo’a dan berziarah ke makam para ulama’ yang berada di
Kabupaten Jombang, Sabtu (06/07).
Bukan hanya olah fisik yang diajarkan kepada mereka, namun ilmu rohani pun juga diterapkan kepada puluhan pesilat Pagar Nusa tersebut.

Dengan didampingi kiyai dan ketua Pagar Nusa Gudo, Dimas Cokro Pamungkas, S.Pd (Gus Dimas) mereka berziarah ke makam KH. Abdurramham Wahid (Gus Dur) yang berada di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang.
“Calon pendekar Pagar Nusa ini tidak hanya kami latih olah fisik yang selama ini dilakukan 3 kali dalam seminggu, namun kita juga mengisi rohani mereka,” tutur Dimas.
"Meskipun ilmu rohani juga diterapkan rutin, namun kali ini merupakan momentum yang tepat karena dilaksanakan sebelum Ramadlan dan untuk menjaga tradisi NU".
Dimas juga menambahkan, hal ini bisa membuat mereka siap untuk menjadi seperti yang disemboyankan yaitu menjadi pagar para ulama’ dan bangsa. “Saya juga berharap, dengan mengisi rohani menjelang bulan ramadlan ini mereka bisa menjadi pendekar yang santun, rendah hati dan agamis,” tambahnya.
Setelah selesai berziarah di makam Gus Dur, mereka melanjutkan ziarah ke makam para ulama’ NU lainnya.

(Nif)

Berita Tentang Pagar Nusa Gudo Pengajian di TV9 (TV NU)

Isro’ Mi’roj, Pagar Nusa Dan Jam’iyah Diba’ Gelar Seni Seribu Rebana

Isro’ Mi’roj, Pagar Nusa Dan Jam’iyah Diba’ Gelar Seni Seribu Rebana

Jombang, TV9 Surabaya -
Dalam memperingati peristiwa besar Isro’ Mi’roj pada bulan Rajab ini, perguruan Pagar Nusa NU dan Jam’iyah Diba’ desa Pesanggrahan kecamatan Gudo, Jombang menggelar kegiatan seibu rebana yang beberapa bulan ini menjadi ikon seni sholawat di kabupaten Jombang.

Seni sholawat seribu rebana memang sudah membumi dikalangan warga NU di kabupaten Jombang. Kegiatan ini selalu diiringi para pemukul terbang banjari yang berjumlah puluhan bahkan ratusan jika dalam acara besar.

Bersamaan itu, dilantunkan beberapa syair sholawat oleh para vokalis yang juga berjumlah puluhan, baik laki-laki maupun perempuan. Kegiatan seribu rebana ini sengaja digelar untuk membumikan kembali dan meningkatkan kecintaan para jamaah terutama warga Nahdliyyin dalam bersholawat kepada Rosululloh Muhammad SAW.

Selain pagelaran seribu rebana, peringatan Isro’ Mi’roj juga di hadiri oleh seorang da’i cilik, Panembahan Aryo Panuntun yang masih berusia empat tahun. Bocah cilik yang baru duduk di bangku playgoup ini nampak fasih dalam menyampaikan dakwah-dakwahnya. Bahkan beberapa jama’ah terpukau saat melihat kelihainnya dalam membawa suasana dalam pidatonya.

Aryo juga merupakan salah satu siswa di Perguruan Pagar Nusa Gudo, yang beberapa tahun ini mulai digalakkan kembali. Selain mengajarkan silat, Perguruan Pagar Nusa NU di kecamatan Gudo, Jombang juga mengembangkan bakat-bakat para siswanya seperti seni baca Al-Qur’an, adzan hingga menjadi seorang pendakwah.

(Muhammad Mufid)

Berita Tentang Pagar Nusa Gudo di Beritajatim.com

Pesilat Pagar Nusa Gudo Jalani Gemblengan Spiritual
27 Mei 2013 11:28:19 WIB
Reporter : Yusuf Wibisono

Jombang (beritajatim.com) - Seorang pesilat bukan hanya tangkas memainkan jurus dan tendangan, namun yang tidak kalah penting adalah aspek mental spiriutal. Nah, jika hal itu dilakukan, maka akan mampu menciptakan kepribadian dan karakter mulia seorang pesilat.

Kondisi seperti itulah yang dilakukan oleh Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPSNU) Pagar Nusa, Kecamatan Gudo Jombang. Selain giat latihan fisik, sekitar 100 pesilat Pagar Nusa selalu dilibatkan dalam jamaah pengajian. "Untuk latihan fisiknya satu minggu dua kali. Selebihnya, para pesilat kita gembleng aspek spiritual," kata Dimas Cokro Pamungkas, Ketua IPSNU Pagar Nusa, Kecamatan Gudo, Senin (27/5/2013).

Dimas menjelaskan, Pagar Nusa di Kecamatan Gudo masih berusia sangat muda, yakni sekitar dua tahun. Namun, seiring laju waktu, jumlah murid perguruan tersebut terus bertambah. Saat ini saja, kata Dimas, sudah tembus 100 orang. Mereka terdiri dari berbagai usia, muali dari yang masih duduk di bangku sekolah dasar hingga bangku SMA.

Menariknya, para pesilat tersebut bukan hanya ditempa latihan fisik. Akan tetapi juga gembelangan secara rohani. Caranya, para pesilat itu diterjunkan dalam acara pengajian NU. Selain mengamankan jalannya pengajian, pesilat yang mengenakan seragam warna hitam itu juga mendapatkan suntikan rohani. "Ini untuk menanamkan jiwa ahlusunah wal jamaah atau Aswaja. Karena Pagar Nusa merupakan seni bela diri yang lahir dari rahim NU," kata pria yang akrab disapa Gus Dimas, ini.

Terjunnya para pesilat ke acara pengajian itu seperti yang terlihat pada peringatan Isra' Mi'raj di Desa Pesanggrahan Kecamatan Gudo, dua hari lalu. Dengan dibalut seragam warna hitam, para murid Pagar Nusa itu terlihat sibuk membantuk jalannya acara. Mulai dari pintu masuk, hingga di sekitar panggung acara, pesilat Pagar Nusa nampak berjaga. Saat pengajian berlangsung, mereka juga menyimak dengan khidmat.

"Dengan begitu, pencak silat itu tidak selalu identik dengan aspek kekerasan. Namun juga sarana untuk membangun mental spiritual. Pencak silat Pagar Nusa harus membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang," kata warga Desa Wangkalkepuh yang pernah nyantri di Ponpes Sunan Ampel Jombang, ini.

Sementara itu, pembina IPSNU Pagar Nusa Kecamatan Gudo, Ustad Junaidi Yasin, mengungkapkan, meski Pagar Nusa di wilayahnya masih berusia muda, namun cikal bakal lembaga tersebut sudah sejak lama. Yakni, ditandai denga munculnya pasukan Sakerah pada tahun 1965. Pasukan ini merupakan kelompok yang berada di garis depan saat konfrontasi melawan PKI. "Pasukan Sakerah itu berisi para pesilat dari Gudo," ujarnya pria yang rambutnya sudah memutih ini.

Yasin berharap, munculnya Pagar Nusa di Kecamatan Gudo bisa menjadi jawaban fenomena kenakalan remaja yang santer akhir-akhir ini. Pasalnya, generasi muda sudah banyak yang terjebak dalam jerat narkoba, tawuran, dan perbuatan negatif lainnya.

"Jika para remaja aktif di Pagar Nusa, maka mereka tidak akan terjebak dalam jerat narkoba. Karena disini mereka digembleng secara fisik, mental, dan spiritual," kata Yasin yang pernah menjadi santri Ponpes Tebuireng pada era 1970-an ini. [suf/kun]

Amanah Bernama Anak

Dalam Alquran, anak dapat dikelompokkan kepada lima tipologi, yaitu anak sebagai ujian (QS. Al-Anfal [8]:28), anak sebagai perhiasan hidup dunia (QS. Al-Kahfi [18]:46), anak sebagai cahaya mata (QS. Al-Furqan [24]:74), anak sebagai musuh (QS. At-Taghabun [64]:14) dan anak sebagai amanah (QS.At-Tahrim [66]:6).

Hubungannya dengan tugas dan kewajiban orangtua, maka tipologi di atas menunjukkan besarnya peranan dan tanggung jawab orang tua (ibu dan bapak) dalam mengasuh dan mendidik anak, terutama agamanya sehingga terbentuk sebuah keturunan yang ideal (zurriyah thayyibah) atau anak saleh.
Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras; mereka tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka  dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim [66]:6).
Dalam hadis sahih yang sudah begitu populer, Rasulullah SAW menegaskan, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kepala Negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangganya dan dia bertanggung jawab terhadap keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab terhadap rumah tangganya. Seorang pembantu adalah pemimpin atas harta benda majikannya dan ia bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).

Intinya, anak merupakan bagian dari amanah Allah, di mana kalangan orangtua tidak dibenarkan melalaikannya, apalagi lari dari memikul amanah besar tersebut. 

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan yang sangat keras terhadap orangtua yang lari dari tanggung jawab ini. “Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang tidak akan diajak berbicara pada hari kiamat, tidak disucikan dan tidak dilihat.” Lalu beliau ditanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orangtuanya dan membencinya serta orangtua yang berlepas diri dari anaknya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi anaknya dan menelantarkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orangtua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama termasuk sunnah-sunnahnya.” 

Di zaman sekarang ini, orang tua pada umumnya nampak tidak mengalami banyak kesulitan dalam menyekolahkan putra-putrinya, khususnya dari segi peluang.  Lembaga pendidikan sekolah dan pesantren banyak berdiri di hampir merata tempat, pemerintah dan lembaga swasta pun banyak yang menyediakan beasiswa pendidikan. Banyak yang memperoleh semua peluang itu.

Akan tetapi, tidak sedikit orang tua yang lepas kontrol, bahkan ada yang sama sekali tidak peduli terhadap bimbingan agama dan karakter kepribadian anaknya. Akibatnya, terjadi kerusakan pada diri anak yang ditandai dengan sifat dan tingkah laku yang tidak terpuji. Nauzubillahi Min Dzalik.

Oleh sebab itu, agar dapat dianugerahi keturunan yang baik, baik dari segi intelektualitas mahupun moralitas, maka terdapat sejumlah ayat alQuran yang penting untuk dibaca dan diamalkan. Sekurang-kurangnya selepas shalat wajib lima waktu.

Di antaranya adalah surah Ali Imran ayat 38 sebagaimana berikut, “Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Mengabulkan do’a.” (QS. Ali Imran [3]: 38). Wallahu al-Musta’an.
(Ustaz Imron Baehaqi MA)

Muliakan Diri dengan Kejujuran

Gus Dimas
“Aku bukan Malaikat,” kata si Fulan penuh nada yakin. Memang, siapa bilang engkau mahkluk Allah yang sangat patuh dan bersih dari dosa? Kita manusia biasa. Sejauh tak ada percikan niat ingin menjadi pendosa dan bersahabat dengan syaitan, mengapa mesti galau?

Manusia, siapa pun dia bisa salah dan khilaf. Manusia menjadi manusiawi karena dalam dirinya ada ruang untuk keliru.

Adam sang khalifah fil-ardh dan istrinya Hawa mengalami tahbith, dikeluarkan dari surga karena memakan buah khuldi. Keduanya menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa. Adam alaihissalam (AS) kemudian diberi tugas mulia sebagai nabi penyebar risalah pertama di muka bumi.

Masalahnya, tidak sedikit manusia berpakaian angkuh ketika salah. Alih-alih jujur akan kekhilafan, lalu memperbaiki diri ke jalan benar dan berlari kencang menuju ampunan Tuhan malah sibuk mencari kambing hitam. Diri seolah tetap bersih dan tak merasa berada di persimpangan jalan buntu.

Isyarat tubuh pun masih tampak pongah dalam keperkasaan semu. Jauh dari sikap tawadhu' (rendah hati). Ketika salah dan berbelok arah dari idealisme awal, masih pula merasa lurus.

Tak ada rona sesal untuk bermuhasabah diri. Keangkuhan itulah yang menjadikan anak cucu Adam tersandera dalam sangkar besi kesalahan, lalu menjadi cibiran nyinyir khalayak publik.

Menjauhi kicuh
Muslim yang autentik berani jujur meski ketika salah. Ibda bi-nafsika, orang jujur akan selalu berkonsultasi kepada hatinya. Pihak lain akan mudah dikelabui dengan 1.001 cara. Tetapi manakala diri salah maka nurani tak pernah dusta.

Kejujuran itu mahal. Kejujuran merupakan mutiara paling berharga yang membuat siapa pun dihargai dan dipercaya. Tuhan mencintai orang-orang yang berhati jujur, berkata dan berbuat jujur.

Muhammad di usia muda sebelum diangkat menjadi Nabi memperoleh tempat mulia di hati bangsa Arab karena kejujurannya. Dia bahkan digelari al-Amin, sang terpercaya. Bangsa kafir dan jahiliyah sekalipun masih menjujung tinggi nilai kejujuran.

Kejujuran itu universal. Di belahan dunia manapun sejauh hati masih bicara, pasti mencintai kejujuran. Pesepak bola ternama dari negeri Samba, Neymar, juga mencintai kejujuran.

“Saya orang Brasil dan saya mencintai negara saya. Saya ingin Brasil yang lebih aman, lebih sehat, dan lebih jujur,” tulis Neymar di akun Facebook-nya ketika mereaksi maraknya demonstrasi di negerinya beberapa saat sebelum kick off pertandingan Piala Konfederasi 2013 melawan Meksiko.

Bagi orang Islam kejujuran harus menjadi bagian utuh dari kemusliman. Kisah Imam Al-Bukhari tatkala melacak kebenaran sebuah hadis sungguh penting dijadikan mutiara kehidupan.

Suatu kali periwayat hadis ternama itu pergi menelusuri kebenaran sebuah hadis dari seseorang. Ia melihat orang yang dicari itu sedang mengejar kudanya yang terlepas. Untuk menangkap kudanya, orang itu menunjukkan bungkusan seolah di dalamnya ada gandum. Kuda terkecoh dan akhirnya ditangkap kembali.

Al-Bukhari mendekat dan bertanya kepada si pemilik kuda. “Apakah engkau sertakan gandum dalam bungkusan itu?” Orang itu menjawab, “Tidak, aku hanya mengelabui kudaku agar mudah kutangkap.”

Imam Bukhari dengan tegas berkata, “Kalau begitu, aku tidak akan mencari hadis dari orang yang bohong terhadap hewan.” Dusta dan bersiasat kepada hewan saja tercela, apalagi terhadap sesama manusia.

Kisah Al-Bukhari menurut Jabir al-Jazairi merupakan contoh agung tentang hakikat kejujuran atau kebenaran. Kejujuran merupakan nilai, sikap, dan tindakan paling utama, lebih dari segalanya. Hidup jujur itu mulia, sedangkan dusta itu hina.

Lawan jujur ialah kicuh, yakni dusta dan suka mengelabui. Dalam hadis disebut nifaq. Yakni, jika bicara atau memberi pernyataan berbohong, manakala berjanji tidak ditepati, dan bila diberi amanat berhianat.

Barang halal dan baik dicampuradukkan dengan yang haram dan subhat. Lain di kata, lain pula tindakan. Jargon dan tindakan lahir tampak indah demi rakyat, tetapi motif dan tujuan penuh siasat bulus. Kicuh perilaku yang antagonis seperti itulah musuh kejujuran dan kebenaran sekaligus perangai yang paling dibenci Tuhan. (QS ash-Shaff [61]: 4).

Kehormatan diri
Perilaku kicuh sering membuat pelaku bebal diri. Bertipu muslihat dianggap lumrah dan bukan dosa. Boleh jadi perbuatan muslihat bagi sementara orang dipandang sebagai cara hidup demi meraih tujuan.

Dusta menjadi perilaku berjamaah yang didukung para pengikut setia. Ukuran moral dinisbikan demi siasat, yang penting nilai guna dan kemenangan. Hati nan jernih (qalbu salim) akhirnya menjadi mati rasa. Agama pun tak sungkan dijadikan alat mengicuh dalam aroma sakral.

Insan beriman pun bisa roboh ketangguhan akidahnya. Keimanan hanya gemerlap dari luar, tetapi kering di dalam karena tingginya hasrat menguasai dunia melampaui takaran.

Tatkala perjuangan hidup masih merayap senyap, kejujuran dan nilai-nilai luhur masih dapat dirawat dengan baik. Setelah roda kehidupan berputar ke atas, api kejujuran dan sikap hidup utama pun luruh dan terkikis habis karena tertipu dengan pesona dunia. (QS Ali Imran [3]: 14).

Kejujuran digadaikan. Idealisme ditukar murah dengan kursi, materi, dan kesenangan indera yang diraih dengan jalan pintas. Perangai berubah drastis dari sosok-sosok yang tulus hati dan tawadhu' yang menjadi para pencari pamrih dalam pakaian diri serba angkuh, pemarah, ambisius, dan terjangkiti virus apologia.

Begitulah ketika pesona dan kejayaan duniawi mengerangkeng hidup bani Adam. Dalam sangkar besi kehidupan dunia yang sarat gemerlap tidak sedikit manusia beriman akhirnya jatuh dalam kubangan kesalahan diri dan kolektif. Maksud meraih sukses dunia melampaui pihak lain, segala cara syubhat dan haram pun dilakukan.

Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kepatutan diterabas tanpa rasa sungkan. Martabat atau kehormatan diri pun dibanting harga hingga ke titik terendah, yang penting menang dalam meraih tujuan.

Kaum beriman pun kehilangan kehormatan diri demi kejayaan hidup berlebih. Mata batinnya lumpuh dan tidak lagi sensitif akan nilai-nilai kebajikan yang utama. Nasihat sekaligus kritik orang tak lagi mempan, bahkan bebal ibarat pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu.

Kian larut dalam permainan duniawi, semakin jauh dirinya dari segala sesuatu yang bernilai hakiki, yang ada hasrat dan keasyikan mengejar kedigdayaan. Akhirnya, berlakulah titah Tuhan, tsuma radadnahu asfala safilin, “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya” (QS at-Tin [95]: 5).

Iman dan ilmu tinggi tidak lagi menjadi energi pencerahan hidup. Keberimanan pun berhenti sekadar menjadi aksesori keagamaan yang kelihatan bening dari luar, tetapi jorok di dalam. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dia-lah yang paling mengetahui tentang perangai orang bertaqwa.”(QS an-Najm [53]: 32).
(Haedar Nashir)