Dimas Cokro Pamungkas
Harus kita akui bahwa ibadah, amal saleh, dan bentuk-bentuk ketaatan lainnya kepada Allah SWT, masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan aneka kemaksiatan dan dosa yang kita lakukan pada-Nya.
Sebaliknya, dibanding rahmat-Nya yang sampai kepada kita atau murka- Nya, yang justru deras mengguyur kita adalah rahmat-Nya.
Padahal, yang meluncur kencang adalah kemaksiatan dan dosa kita. Seakan murka-Nya tersembunyi di balik kasih sayang atau rahmat Allah.
Benarlah demikian adanya. Setiap hari kita menabung dosa, tapi justru dibalas oleh rahmat-Nya. Bukankah kita masih diperkenankan hidup. Udara dunia masih bisa kita hirup. Bahkan, berbagai fasilitas kehidupan pun masih dipenuhi.
Alam masih relatif bersahabat dengan kita bila dibandingkan dengan umat-umat terdahulu yang langsung diazab dan direspons oleh alam ketika dosa dan kemaksiatan semakin merajalela. Sekali lagi ini menandakan rahmat Allah di atas murka-Nya.
Karena itu, di hadapan para sahabatnya, Rasulullah berpesan, “Tatkala Allah menciptakan seluruh makhluk, Allah menuliskan di dalam kitab-Nya, yang kitab itu berada di sisi-Nya di atas Arsy, yang isinya adalah: “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR Bukhari Muslim).
Pernah terjadi suatu waktu, rombongan tawanan perang dihadapkan kepada Rasulullah. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya itu maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan lalu menyusuinya.
Saat itulah Rasulullah bertanya kepada rombongan itu. “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Rombongan itu menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini menyayangi anaknya.” (HR Bukhari Muslim).
Saudaraku, jika kini kita semakin yakin betapa luasnya rahmat Allah Ta’ala maka seharusnya kita lebih bersemangat lagi untuk menjemputnya dan jangan sampai terlintas dalam benak pikiran untuk berputus asa. Sikap putus asa ini adalah sifat orang-orang kafir dan sesat.
“Mereka menjawab, ‘Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.’ Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb- Nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS al-Hijr: 55-56).
Yakinlah, siapa pun kita masih terbuka peluang meraih rahmat Allah SWT, walaupun banyak dosa dan kotoran kesalahan menyelimuti diri kita. Ingatlah, selama kita masih menghela napas, maka pintu rahmat Allah SWT senantiasa terbentang luas.
Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang memintanya. Karena itu, bersegeralah bertaubat dan meraih rahmat-Nya. Wallahu a’lam.
Harus kita akui bahwa ibadah, amal saleh, dan bentuk-bentuk ketaatan lainnya kepada Allah SWT, masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan aneka kemaksiatan dan dosa yang kita lakukan pada-Nya.
Sebaliknya, dibanding rahmat-Nya yang sampai kepada kita atau murka- Nya, yang justru deras mengguyur kita adalah rahmat-Nya.
Padahal, yang meluncur kencang adalah kemaksiatan dan dosa kita. Seakan murka-Nya tersembunyi di balik kasih sayang atau rahmat Allah.
Benarlah demikian adanya. Setiap hari kita menabung dosa, tapi justru dibalas oleh rahmat-Nya. Bukankah kita masih diperkenankan hidup. Udara dunia masih bisa kita hirup. Bahkan, berbagai fasilitas kehidupan pun masih dipenuhi.
Alam masih relatif bersahabat dengan kita bila dibandingkan dengan umat-umat terdahulu yang langsung diazab dan direspons oleh alam ketika dosa dan kemaksiatan semakin merajalela. Sekali lagi ini menandakan rahmat Allah di atas murka-Nya.
Karena itu, di hadapan para sahabatnya, Rasulullah berpesan, “Tatkala Allah menciptakan seluruh makhluk, Allah menuliskan di dalam kitab-Nya, yang kitab itu berada di sisi-Nya di atas Arsy, yang isinya adalah: “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR Bukhari Muslim).
Pernah terjadi suatu waktu, rombongan tawanan perang dihadapkan kepada Rasulullah. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya itu maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan lalu menyusuinya.
Saat itulah Rasulullah bertanya kepada rombongan itu. “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Rombongan itu menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini menyayangi anaknya.” (HR Bukhari Muslim).
Saudaraku, jika kini kita semakin yakin betapa luasnya rahmat Allah Ta’ala maka seharusnya kita lebih bersemangat lagi untuk menjemputnya dan jangan sampai terlintas dalam benak pikiran untuk berputus asa. Sikap putus asa ini adalah sifat orang-orang kafir dan sesat.
“Mereka menjawab, ‘Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.’ Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb- Nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS al-Hijr: 55-56).
Yakinlah, siapa pun kita masih terbuka peluang meraih rahmat Allah SWT, walaupun banyak dosa dan kotoran kesalahan menyelimuti diri kita. Ingatlah, selama kita masih menghela napas, maka pintu rahmat Allah SWT senantiasa terbentang luas.
Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang memintanya. Karena itu, bersegeralah bertaubat dan meraih rahmat-Nya. Wallahu a’lam.
(M Arifin Ilham)
Qurrota A'yun Psychology Consultant Jln Ry Semen No.50 Wangkalkepuh Gudo Jombang Asuhan Dimas Cokro Pamungkas (Gus Dimas) 081559551234 |