Gus Dimas |
Mungkin di antara kita
selama hidup pernah difitnah atau dituduh. Ada yang dituduh sebagai
pembohong, egois, tidak punya perasaan, pengkhianat, pencuri, dituduh
selingkuh, dikatakan zalim, munafik, sesat, atau tuduhan-tuduhan
lainnya. Padahal, termasuk zalim, menuduh dan memfitnah orang lain
dengan sesuatu yang tidak dilakukannya.
Jika Anda dituduh dan difitnah oleh seseorang, padahal Anda yakin tidak bersalah maka ada delapan sikap yang sebaiknya kita lakukan.
Jika Anda dituduh dan difitnah oleh seseorang, padahal Anda yakin tidak bersalah maka ada delapan sikap yang sebaiknya kita lakukan.
Pertama, hendaklah kita cek dan kita pelajari lagi jangan-jangan yang
dituduhkan orang lain itu benar. Jika ternyata kita salah, jangan malu
dan gengsi mengakui kesalahan dan mengikuti kebenaran. Meskipun, cara
orang yang menasihati kita kasar atau mungkin bermaksud tidak baik.
Kedua, memperbaiki ucapan atau tindakan kita yang menjadi penyebab
orang memfitnah kita. Misalnya, bendahara masjid dituduh mencuri uang
kas disebabkan tidak transparannya laporan keuangan. Maka, hendaknya
dibuat laporan yang rapi dan jelas.
Jika seseorang dituduh "nakal" karena sering bergaul dengan orang-orang "nakal", selektiflah dalam memilih sahabat.
Jika seseorang dituduh "nakal" karena sering bergaul dengan orang-orang "nakal", selektiflah dalam memilih sahabat.
Ketiga, ingatlah akan aib dan dosa kita. Syekh Salim Al Hilali
berkata, “Kalau Anda bersih dari kesalahan yang dituduhkan itu, tapi
sejatinya Anda tidak selamat dari kesalahan-kesalahan lain karena
sesungguhnya manusia itu memiliki banyak kesalahan. Kesalahanmu yang
Allah tutupi dari manusia jumlahnya lebih banyak. Ingatlah akan nikmat
Allah ini di mana Ia tidak perlihatkan kepada si penuduh
kekurangan-kekuranganmu lainnya ….” (Dinukil dari buku Ar Riyaa halaman
68).
Keempat, hendaklah kita merenung dan mengevaluasi kesalahan dan dosa-dosa kita. Baik yang berhubungan dengan muamalah antara manusia, maupun dosa-dosa antara kita dengan Allah. Tuduhan dan fitnahan bisa jadi merupakan teguran agar kita kembali dan bertobat kepada Allah.
Keempat, hendaklah kita merenung dan mengevaluasi kesalahan dan dosa-dosa kita. Baik yang berhubungan dengan muamalah antara manusia, maupun dosa-dosa antara kita dengan Allah. Tuduhan dan fitnahan bisa jadi merupakan teguran agar kita kembali dan bertobat kepada Allah.
Kelima, jika kita sabar dan ikhlas, semoga tuduhan dan fitnahan ini
dapat mengurangi/menghapus dosa, menambah pahala, dan meningkatkan
derajat kita di sisi-Nya.
Keenam, doakanlah si penuduh agar Allah memberi petunjuk. Jika memungkinkan, nasihatilah dia secara langsung maupun melalui sindiran agar dia bisa sadar dan bertobat. Maafkan dia, tapi kita boleh membalas untuk suatu kemaslahatan asalkan tidak melampaui batas. (Lihat surah Asy Syuuraa 40-43). Jika terpaksa, doakanlah keburukan untuk si zalim agar ia menjadi sadar dan bertobat.
Ketujuh, shalat istikharah untuk meminta bimbingan Allah cara yang tepat mengklarifikasi atau membela diri. Meladeni dan membantah terkadang justru membuka pintu keburukan untuk kita. Bisa jadi, klarifikasi tanpa menyebutkan tentang tuduhan mengenai dirinya dan tanpa menyebutkan nama penuduh akan banyak memberikan manfaat untuk umat.
Kedelapan, yakinlah musibah tuduhan merupakan kebaikan untuk Anda. Si penuduh yang merugi karena dia telah melakukan kejahatan dan berhak memperoleh azab-Nya. Allah berfirman, “…. Janganlah kamu mengira berita (bohong) itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan dosa yang diperbuatnya ….” (Surah an Nuur 11).
“Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (Surah an Nuur 23). Semoga kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan tidak mudah menuduh orang lain tanpa bukti dan dapat menyikapi dengan bijaksana saat mendapat fitnah.
Keenam, doakanlah si penuduh agar Allah memberi petunjuk. Jika memungkinkan, nasihatilah dia secara langsung maupun melalui sindiran agar dia bisa sadar dan bertobat. Maafkan dia, tapi kita boleh membalas untuk suatu kemaslahatan asalkan tidak melampaui batas. (Lihat surah Asy Syuuraa 40-43). Jika terpaksa, doakanlah keburukan untuk si zalim agar ia menjadi sadar dan bertobat.
Ketujuh, shalat istikharah untuk meminta bimbingan Allah cara yang tepat mengklarifikasi atau membela diri. Meladeni dan membantah terkadang justru membuka pintu keburukan untuk kita. Bisa jadi, klarifikasi tanpa menyebutkan tentang tuduhan mengenai dirinya dan tanpa menyebutkan nama penuduh akan banyak memberikan manfaat untuk umat.
Kedelapan, yakinlah musibah tuduhan merupakan kebaikan untuk Anda. Si penuduh yang merugi karena dia telah melakukan kejahatan dan berhak memperoleh azab-Nya. Allah berfirman, “…. Janganlah kamu mengira berita (bohong) itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan dosa yang diperbuatnya ….” (Surah an Nuur 11).
“Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (Surah an Nuur 23). Semoga kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan tidak mudah menuduh orang lain tanpa bukti dan dapat menyikapi dengan bijaksana saat mendapat fitnah.
(Fariq Gasim Anuz)