Seperti telah termasyhur diceritakan bahwa diantara kejadian istimewa
yang terjadi pada diri Rasulullah saw sebelum perjalanan mi’roj adalah
pencucian hati beliau oleh malaikat Jibril dan Mikail as dengan air
zam-zam. Mengapa yang dicuci adalah hati, bukan usus atau ginjal, alat
vital dalam metabolime tubuh?
اَلْحَمْدُ لله
الَّذِيْ هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ
هَدَانَا لله. اَلْحَمْدُ لله الذى مُقَلِّبِ الْقُلُوْبِ، وَعَلاَّمِ
الْغُيُوْبِ، وَقَابِلِ التَّوْبَةِ مِمَّنْ يَتُوْبُ، شَدِيْدِ الْعِقَابِ
عِنْدَ قَسْوَةِ الْقُلُوْبِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إِلَّا الله وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، أَمَرَ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ، وَنَهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ كَانَ يُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ: يَا مُقَلِّبَ
الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ. صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ مَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم
مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ
ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. أَيَّهُا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بتقوالله وقد فازالمتقون
Pertama-tama Marilah kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada
Allah swt. dengan sesungguh hati tanpa basa-basi. Karena kesungguhan
dalam bertaqwa akan berimplikasi dalam sikap laku ta’at terhadap
syari’at dan menghindar dari ma’siat. Sesungguhnya syariat bawaan rasul
Muhammad adalah kebenaran mutlaq yang tidak bisa diragukan lagi. Shalat,
zakat, puasa dan haji menjadi bukti formal ketaatan seseorang dalam
ber-Islam.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dimulayakan Allah
Bulan Rajab adalah bulan istimewa. sebuah bulan yang yang memuat
banyak makna. Makna-makna itu muncul dari anugerah Allah swt dalam
memberikan keistimewaan bagi Rasul tercinta-Nya Muhammad saw. berupa
perjalanan rural-spiritual yang kemudian hari dikenal dalam sejarah umat
manusia sebagai Isro’ mi’roj.
Seperti telah termasyhur diceritakan bahwa diantara kejadian istimewa
yang terjadi pada diri Rasulullah saw sebelum perjalanan mi’roj dimulai
adalah pembedahan dan pencucian hati oleh malaikat Jibril dan Mikail as
untuk selanjutnya dicuci dengan air zam-zam tiga kali dan diisinya hati
mulia itu dengan hikmah dan iman. Ibarat sebuah adegan dalam film,
pembedahan ini pada bagian awal sebelum memasuki inti cerita perjalanan
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho, utuk selanjutnya diteruskan
hingga Shidratil Muntaha.
Inilah yang menjadi focus khutbah kali ini. Mengapa hati yang dibedah
dan dibersihkan ? kenapa bukan usus atau ginjal yang mempunyai peran
penting dalam metabolism tubuh? Yang secara bilogis lebih kotor dan
selalu bersinggungan dengan makanan? Atau alat pencuci anggota tubuh
lainnya yang menjadi jalur kotoran bagi manusia? Dan mengapa pula
pembedahan ini dilakukan sebelum perjalanan, kenapa tidak setelah
perjalanan usai? Atau di tengah perjalanan?
Sesungguhnya dalam kejadian ini terdapat hikmah yang sangat dalam.
Semakin tinggi kadar kepandaian spiritual seorang manusia, akan makin
dalam ia memaknai sebuah hikmah. Namun, sebagai seorang yang minim
pengetahuan khatib hanya dapat mengingatkan beberapa hal di balik
kejadian tersebut yang mungkin telah banyak difahami tetapi sering
dilupakan dan diabaikan. Pertama, bahwa hati adalah hal
terpenting dalam diri manusia. Hati sebagai pusat metabolism keimanan
dan ketaqwaan. Bagaikan pailot, hati mengarahkan kehidupan spiritual
manusia, dan kwalitas spiritual itu secara langsung turut menentukan dan
mempengaruhi laku social seseorang.
Karena itu sebuah hadits yang
masyhur tentang hati perlu saya tegaskan di sini:
إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله ، و إذا فسدت فسد الجسد كله ألا و هي القلب " ( متفق عليه(
Sesungguhnya di dalam tubuh seseorang terdapat segumpal daging,
apabaila gumpalan itu baik, maka baiklah seluruh tubuh itu. Namun jika
gumpalan itu jelek, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ingatlah… gumpalan
itu adalah hati. (hadits ini disepakati kesahihannya oleh semua ahli hadits)
Betapa pentingnya posisi hati bagi tubuh dan diri manusia. Betapa
hati menjadi satu-satunya perkara yang menentukan tubuh dan diri
manusia. Karena sebuah pribahasa Arab mengatakan
القلب ملك ، و الأعضاء جنوده ؛ فإذا صلح القلب ، صلحت الرعية ، و إذا فسد ، فسدت.
Hati bagaikan raja, dan balatentaranya adalah amggota tubuh
manusia. Jikalau baik sang hati, maka baiklah ra’yatnya. Namun jika
rusak sang hati rusaklah segalanya
Dengan demikian, apa yang terjadi pada diri Rasulullah saw adalah
simbol bagi umatnya, bahwa hati adalah perkara yang paling penting untuk
dirawat mengalahkan berbagai anggota lainnya. Menyehatkan hati dan
meriasnya jauh lebih penting dari pada merias wajah, dari pada bersolek
tubuh, bahkan lebih penting dari pada mengasah otak.
Inilah yang sering kita lupakan. Hati tidak lagi menjadi panglima
dalam kehidupan ini. Sejak lama kedudukannya telah digantikan oleh otak
yang mengandalkan logika dan rasio. Padahal berbagai pertimbangan
keadilan dan kebenaran sumbernya adalah hati, bukan otak. Karena itu
tidak salah apa yang diungkapka oleh al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin
إستفت قلبك ولوأفتوك وأفتوك وأفتوك
Mintalah petunjuk pada hati (kecil) mu, walaupun mereka
memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu,
walaupun mereka memberikan petunjuk padamu.
Maka jikalau hendak memutuskan sebuah keadilan maka pertama kali
bertanyalah kepada hati kecil, jangan bertanya dulu kepada bukti yang
yang ada di TKP. Karena semua itu bisa dipalsukan oleh otak dan logika.
Jika hati membawa kita kepada kebaikan universal, sedangkan otak hanya
akan mengantarkan kita kepada kebaikan parsial, kebaikan yang telah
tercampur dengan berbagai kepentingan.
Jika demikian adanya, jika Rasulullah saw adalah seorang yang ma’shum terjaga
dari salah dan dosa, walaupun tanpa dibedah dan dicuci hatinya oleh
malaikat. Bagaimanakah dengan kita? bagaimana merawat hati kita dan
menghiasinya agar tetap jernih dan mampu menjadi pelita bagi diri dan
tubuh ini?
Agar selalu terawat hindarkanlah hati kita dari empat perkara;
riya’, ujub, takabbur, serta hasad. Riya’ adalah pamer, Riya menurut
imam al-Ghazali adalah, mencari kedudukan di hati manusia dengan cara
melakukan ibadah dan amal. Dengan kata lain riya’ selalu saja mengajak
manusia untuk mencari modus dalam setiap kelakuan dan amalnya. Kedua
‘ujub Menurut imam al-Ghazali ujub adalah sifat merasa diri serba
berkecukupan dan berbangga hati atas nikmat yang ada, dan lupa jika
kelak akan sirna, ujub merupakan induk dari sifat takabbur, bedanya jika
takabbur berdampak pada pihak yang ditakabburi, kalau ujub terbatas
pada dirinya sendiri. Sabda Rosulullah saw
“ujub itu bisa memakan amal amal baik sebagaimana api makan kayu bakar” (al-hadist)
Ketiga adalah takabbur adalah merasa dirinya lebih sempurna dari yang
lainnya, Kesombongan adalah kemaksiatan yang pertama dilakukan oleh
makhlukNya (iblis) terhadap Allah swt
Firman Allah swt
Turunlah engkau dari surga karena engkau menyombongkan diri
didalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya engkau termasuk orang orang
yang hina” (Al-A’raf:13)
Keempat adalah hasad atau dengki. Untuk menjelaskan hal ini cukuplah
petikan seorang sufi dalam kitab Risalah Qusyairiyah “orang dengki
adalah orang yang tak beriman sebab dia tidak merasa puas dengan takdir
Allah”sementara ulama yang lain berpendapat orang yang dengki adalah
orang yang selalu ingkar karena tidak rela orang lain mendapatkan
kenikmatan. Indikasi dari sifat dengki adalah menipu apabila dihadapan
orang lain, mengumpat apabila orang lain itu pergi, dan mencaci maki
apabila musuh tak kujung tiba pada orang itu”
Mengenai pendalaman keempat penyakit ini sudah bisalah kiranya kita
meraba diri masing-masing. Selaku khatib saya hanya bisa mengingatkan
saja, saya merasa belum pantas untuk memberikan nasehat. Namu yang
jelas, biasanya keempat penyakit tersebut saling terkait antara satu dan
lainnya. Sehingga apabila mengidap salah satu maka dapat pula mengidap
yang lainnya.
Lantas bagaimana cara menghiasai hati? al-Ghazali berpesan dalam kitab mizanul amal,
bahwa hendaknya hati dihias dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah,
kesederhanaan (‘iffah), keberanian (syaja’ah) dan keadilan (‘adalah).
Beliau menjelaskan bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah
menzaliminya adalah kesabaran dan keberanian (syaja’ah) yang sempurna.
Kesempurnaan ‘iffah terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada
orang yang terus berbuat kikir terhadapnya. Sedangkan kesediaan untuk
tetap menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah memutuskan tali
persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang sempurna.
Demikianlah semoga kita semua dapat menarik hikmah dari bulan rojab
ini. Mengapa Allah memerintahkan Malaikat Jibril dan Mikali membedah
dada dan mencuci hati Rasulullah? Bukan karena di hati Rasulullah
terdapat kotoran, bukan. Karena beliau adalah ma’shum. Namun semua itu
adalah perlambang bagi kita selaku umatnya. Bahwa membersihkan, merawat
dan menghias hati adalah pekerjaan utama yang harus didahulukan dari
lainnya. seperti halnya Allah swt mendahulukan pembedahan dan pencucian
hari Rasulullah sebelum melakukan perjalanan Isro’ mi’roj.
(Ulil H)