Ziarah kubur menjelang Ramadhan dan Idul Fitri merupakan tradisi yang
baik dilakukan. Dengan ziarah kubur, orang diingatkan tentang kematian.
Rasulullah bersabda: Aku mohon izin kepada Tuhanku untuk meminta ampun
bagi ibuku, namun tidak diperkenankan. Lantas kumohon izin untuk
menziarahi kuburannya, maka diperkenankan-Nya bagiku. Karena itu,
berziarahlah kalian ke kuburan, karena hal itu bisa mengingatkan kalian
akan kematian.
Fenomena kematian merupakan tarbiyah ruhaniyah (pendidikan rohani) yang efektif untuk meningkatkan kadar moralitas keagamaan seseorang. Ini, karena dengan mengingat kematian, seseorang akan berpikir seribu kali bila ingin berbuat maksiat. Orang gampang korupsi, bertindak sewenang-wenang, tiranik, serakah, mau menang sendiri, suka menyakiti orang lain, misalnya, karena tiadanya kesadaran akan kematian.
Itulah sebabnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz selalu berupaya mengingat tentang fenomena kematian itu. Hampir setiap malam beliau kupulkan para ulama untuk bermudzakarah (saling mengingatkan) tentang mati, kiamat, dan akhirat. Kemudian mereka menangis sesenggukan seolah-olah jenazah hadir di tengah-tengah mereka.
Kuburan, tempat jenazah dimakamkan, adalah saksi bisu dari kematian. Sabda Rasulullah saw, ''Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat.''(HR Thabarani dan Baihaqi). Dengan demikian, maka kuburan menjadi semacam tugu peringatan bagi orang yang mudah lalai akan kematian. Hadis riwayat Imam Muslim yang dikutip pada awal tulisan ini mengingatkan kepada kita bahwa dengan ziarah kubur kita senantiasa diingatkan tentang adanya kehidupan lain setelah kehidupan ini. Dan orang yang masih hidup namun menyadari akan kematian, sama halnya dengan orang yang piawai dalam membaca trend masa depan, yang karenanya tidak kaget lagi, dan cakap dalam mengendalikan dunia ini. Karena memang kehidupan yang sekarang adalah rentetan dari kehidupan lain yang akan dilakoni manusia. Dan kematian hanya perhentian sementara dari pekerjaan yang bakal kita lalui itu.
Ziarah kubur sebenarnya bisa dilakukan tidak saja tiap menjelang Ramadhan dan Idul Fitri seperti yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita, namun bisa dilakukan kapan saja. Nabi Muhammad saw menyatakan: Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah satu darinya tiap Jumat, maka dosanya diampuni dan ditulis sebagai orang yang berbuat kebajikan.'' (HR Baihaqi).
Maka, makna positif dari ziarah kubur tidak saja pada almarhum atau almarhumah yang didoakan, tapi juga bagi kita buat mempertajam kesadaran akan mati. Di tengah krisis dan banyak tantangan yang dihadapi sekarang ini, sugesti dari keyakinan akan mati ini layak dihidupkan. Karena keinsyafan ini bisa memompa semangat dan optimisme. ''Barangsiapa yang menyadari akan kematian, maka segenap musibah dan kerisauan dunia akan terasa kecil baginya,'' jelas Ka'ab seperti yang dikutip oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Fenomena kematian merupakan tarbiyah ruhaniyah (pendidikan rohani) yang efektif untuk meningkatkan kadar moralitas keagamaan seseorang. Ini, karena dengan mengingat kematian, seseorang akan berpikir seribu kali bila ingin berbuat maksiat. Orang gampang korupsi, bertindak sewenang-wenang, tiranik, serakah, mau menang sendiri, suka menyakiti orang lain, misalnya, karena tiadanya kesadaran akan kematian.
Itulah sebabnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz selalu berupaya mengingat tentang fenomena kematian itu. Hampir setiap malam beliau kupulkan para ulama untuk bermudzakarah (saling mengingatkan) tentang mati, kiamat, dan akhirat. Kemudian mereka menangis sesenggukan seolah-olah jenazah hadir di tengah-tengah mereka.
Kuburan, tempat jenazah dimakamkan, adalah saksi bisu dari kematian. Sabda Rasulullah saw, ''Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat.''(HR Thabarani dan Baihaqi). Dengan demikian, maka kuburan menjadi semacam tugu peringatan bagi orang yang mudah lalai akan kematian. Hadis riwayat Imam Muslim yang dikutip pada awal tulisan ini mengingatkan kepada kita bahwa dengan ziarah kubur kita senantiasa diingatkan tentang adanya kehidupan lain setelah kehidupan ini. Dan orang yang masih hidup namun menyadari akan kematian, sama halnya dengan orang yang piawai dalam membaca trend masa depan, yang karenanya tidak kaget lagi, dan cakap dalam mengendalikan dunia ini. Karena memang kehidupan yang sekarang adalah rentetan dari kehidupan lain yang akan dilakoni manusia. Dan kematian hanya perhentian sementara dari pekerjaan yang bakal kita lalui itu.
Ziarah kubur sebenarnya bisa dilakukan tidak saja tiap menjelang Ramadhan dan Idul Fitri seperti yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita, namun bisa dilakukan kapan saja. Nabi Muhammad saw menyatakan: Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah satu darinya tiap Jumat, maka dosanya diampuni dan ditulis sebagai orang yang berbuat kebajikan.'' (HR Baihaqi).
Maka, makna positif dari ziarah kubur tidak saja pada almarhum atau almarhumah yang didoakan, tapi juga bagi kita buat mempertajam kesadaran akan mati. Di tengah krisis dan banyak tantangan yang dihadapi sekarang ini, sugesti dari keyakinan akan mati ini layak dihidupkan. Karena keinsyafan ini bisa memompa semangat dan optimisme. ''Barangsiapa yang menyadari akan kematian, maka segenap musibah dan kerisauan dunia akan terasa kecil baginya,'' jelas Ka'ab seperti yang dikutip oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
(REPUBLIKA.CO.ID)