Gus Dimas |
Judul tulisan di atas
merupakan kesimpulan dari penegasan Alquran dalam berbagai ayatnya,
bahwa romansa dunia kerap menipu dan mempedaya manusia.
Maka tidak ada kata lain bagi kaum beriman, kecuali harus senantiasa waspada dan tidak terlena oleh megah dunia. Kaum beriman harus senantiasa sigap dengan segala pernik dunia yang kerap menjerumuskan dan menghancurkan.
Ingatlah firman Allah, “Dihiaskan pada manusia kecintaan yang diinginkan berupa wanita-wanita, anak-anak, harta melimpah dari jeis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik” (Ali Imron: 14).
Tidak kurang 117 kali Alquran menyebut kata ad-dunya. Semuanya mengacu pada peringatan keras bagi para pembaca Alquran agar memahami rupa dan pernik dunia, kedudukannya bagi hidup dan mati manusia, seberapa kebaikan, kelezatan, dan kemudaratannya, serta bagaimana cara kita mendapatkan dan menghindari dunia agar selamat.
Betapa gamblang penjelasan Alquran untuk keselamatan manusia itu. Jika mengacu pada surah Ali Imran di atas, maka ada berbagai rupa kenikmatan atau kesenangan dunia.
Pertama, berupa wanita. Persis sabda Rasulullah, “Dunia adalah kesenangan sementara, sedangkan sebaik-baik kesenangan sementara adalah wanita yang shalihah”.
Kedua, berupa anak-anak. Jelas anak-anak merupakan kebahagiaan, pewaris, pendoa, dan pembantu utama jika orangtua lanjut usia.
Ketiga, berupa harta yang banyak, seperti uang, emas, perak, dan harga tidak bergerak maupun bergerak.
Keempat, berupa kuda-kuda pilihan, dalam bahasa sekarang kendaraan, seperti mobil atau motor.
Kelima, binatang-binatang ternak, semacam kerbau, kambing, sapi, dan lainnya. Keenam, sawah atau ladang, termasuk perkebunan dan perhutanan.
Seluruhnya, itu adalah mata’ al-ghurur (kesenangan yang menipu). Dan ternyata tidak sedikit manusia yang tertipu olehnya. Mereka mengira dunia itu menyenangkan.
Jungkir balik mereka meraihnya, ternyata dunia malah menyusahkan dan membuat hidup mereka berantakan. Lihatlah para pelaku koruptor dan penyeleweng jabatan serupa yang wajahnya kerap menghiasi layar media negeri kita tercinta. Kesuksesan mereka atas gemerlap dunia justru menghasilkan petaka.
Itu karena mereka lupa bahwa kesenangan dunia amat sedikit (mata’ al-qalil). Terlebih jika dibanding kesenangan akhirat. Perbandingan itu sudah disebutkan dalam hadis, bahwa kesenangan dunia hanya setetes dari kesenangan akhirat. Atau seperti pisang, dimana kesenangan dunia hanya kulitnya sementara kesenangan akhirat adalah isi pisangnya itu sendiri.
Memang sebutan lain bagi dunia adalah sebagai zinah atau perhiasan (Al-Kahfi: 28 dan 46, Al-Qashas: 60). Tetapi, bukankah perhiasan hanya ornamen dan bukan esensi? Seperti hiasan ornamen pada rumah, esensinya adalah tempat tinggal agar kita tidak kehujanan dan aman dari penjahat. Yang lebih kita butuhkan tentu rumahnya, bukan ornamennya. Dunia hanya kembang atau gemerlap yang bukan pokok (Thaha: 131). Bahkan hanya permainan (Al-Ankabut: 64, Muhammad: 36, Al-Hadid: 20).
Akhirat, itulah kehidupan yang hakiki dan abadi. “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta benda dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta ridla-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menimpa” (Al-Hadid 20).
Teringatlah saya sabda Rasulullah, “Sesungguhnya dunia itu manis dan menghijau, dan sesungguhnya Allah memberikan kuasa padamu dalam dunia itu, maka Allah akan melihat bagaimana kamu sekalian berbuat. Sesungguhnya Bani Israil saat dunia dilimpahkan kepada mereka, mereka pun berbangga-bangga dengan perhiasan, wanita-wanita, wangi-wangian, dan pakaian” (Muttafaq Alaih).
Sudahkah kita mewaspadai romansa dunia, sehingga modal hidup yang singkat ini bisa menjadi tiket menuju surge kelak di alam baka?
(KH M Dawam Saleh)
Maka tidak ada kata lain bagi kaum beriman, kecuali harus senantiasa waspada dan tidak terlena oleh megah dunia. Kaum beriman harus senantiasa sigap dengan segala pernik dunia yang kerap menjerumuskan dan menghancurkan.
Ingatlah firman Allah, “Dihiaskan pada manusia kecintaan yang diinginkan berupa wanita-wanita, anak-anak, harta melimpah dari jeis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik” (Ali Imron: 14).
Tidak kurang 117 kali Alquran menyebut kata ad-dunya. Semuanya mengacu pada peringatan keras bagi para pembaca Alquran agar memahami rupa dan pernik dunia, kedudukannya bagi hidup dan mati manusia, seberapa kebaikan, kelezatan, dan kemudaratannya, serta bagaimana cara kita mendapatkan dan menghindari dunia agar selamat.
Betapa gamblang penjelasan Alquran untuk keselamatan manusia itu. Jika mengacu pada surah Ali Imran di atas, maka ada berbagai rupa kenikmatan atau kesenangan dunia.
Pertama, berupa wanita. Persis sabda Rasulullah, “Dunia adalah kesenangan sementara, sedangkan sebaik-baik kesenangan sementara adalah wanita yang shalihah”.
Kedua, berupa anak-anak. Jelas anak-anak merupakan kebahagiaan, pewaris, pendoa, dan pembantu utama jika orangtua lanjut usia.
Ketiga, berupa harta yang banyak, seperti uang, emas, perak, dan harga tidak bergerak maupun bergerak.
Keempat, berupa kuda-kuda pilihan, dalam bahasa sekarang kendaraan, seperti mobil atau motor.
Kelima, binatang-binatang ternak, semacam kerbau, kambing, sapi, dan lainnya. Keenam, sawah atau ladang, termasuk perkebunan dan perhutanan.
Seluruhnya, itu adalah mata’ al-ghurur (kesenangan yang menipu). Dan ternyata tidak sedikit manusia yang tertipu olehnya. Mereka mengira dunia itu menyenangkan.
Jungkir balik mereka meraihnya, ternyata dunia malah menyusahkan dan membuat hidup mereka berantakan. Lihatlah para pelaku koruptor dan penyeleweng jabatan serupa yang wajahnya kerap menghiasi layar media negeri kita tercinta. Kesuksesan mereka atas gemerlap dunia justru menghasilkan petaka.
Itu karena mereka lupa bahwa kesenangan dunia amat sedikit (mata’ al-qalil). Terlebih jika dibanding kesenangan akhirat. Perbandingan itu sudah disebutkan dalam hadis, bahwa kesenangan dunia hanya setetes dari kesenangan akhirat. Atau seperti pisang, dimana kesenangan dunia hanya kulitnya sementara kesenangan akhirat adalah isi pisangnya itu sendiri.
Memang sebutan lain bagi dunia adalah sebagai zinah atau perhiasan (Al-Kahfi: 28 dan 46, Al-Qashas: 60). Tetapi, bukankah perhiasan hanya ornamen dan bukan esensi? Seperti hiasan ornamen pada rumah, esensinya adalah tempat tinggal agar kita tidak kehujanan dan aman dari penjahat. Yang lebih kita butuhkan tentu rumahnya, bukan ornamennya. Dunia hanya kembang atau gemerlap yang bukan pokok (Thaha: 131). Bahkan hanya permainan (Al-Ankabut: 64, Muhammad: 36, Al-Hadid: 20).
Akhirat, itulah kehidupan yang hakiki dan abadi. “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta benda dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta ridla-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menimpa” (Al-Hadid 20).
Teringatlah saya sabda Rasulullah, “Sesungguhnya dunia itu manis dan menghijau, dan sesungguhnya Allah memberikan kuasa padamu dalam dunia itu, maka Allah akan melihat bagaimana kamu sekalian berbuat. Sesungguhnya Bani Israil saat dunia dilimpahkan kepada mereka, mereka pun berbangga-bangga dengan perhiasan, wanita-wanita, wangi-wangian, dan pakaian” (Muttafaq Alaih).
Sudahkah kita mewaspadai romansa dunia, sehingga modal hidup yang singkat ini bisa menjadi tiket menuju surge kelak di alam baka?
(KH M Dawam Saleh)