Gus Dimas |
Dalam mengarungi kehidupan, setiap manusia selalu menginginkan bisa
diperlakukan dengan sopan dan baik. Namun kenyataannya, kita sering
dikecewakan.
Misalnya, ada orang yang hutang kepada Anda. Walau sudah jatuh tempo dan Anda sangat membutuhkan uang tersebut, namun Anda kesulitan untuk menghubunginya, apalagi mendapatkan uang yang merupakan hak Anda.
Anda selalu dijanjikan bahwa yang bersangkutan akan segera melunasi utangnya. Namun, janji hanyalah janji, dan lebih sering meleset (tidak ditepati).
Terkadang, aib Anda dibuka dan disebarkan oleh teman dekat sendiri. Terkadang teman dekat Anda berbohong kepada orang lain dan menimpakan kesalahannya kepada Anda agar ia tetap bisa menjaga hubungan baik dengan orang tersebut. Seseorang memarahi Anda dengan kasar atas kesalahan kecil atau mungkin Anda tidak salah.
Allah memerintahkan kita agar selalu bisa memaafkan kesalahan orang lain. Namun kita juga diperintahkan untuk memperbaikinya dengan doa dan menasehatinya dengan bijaksana. "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS al-A'raf [7]: 199).
Sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan baik oleh manusia, hendaknya kita bisa memperlakukan orang lain dengan baik pula. Orang yang suka memperlakukan orang lain dengan buruk, ia pasti akan menuai hasilnya dengan kebutukan pula. “Dan perintahlah orang lain untuk berbuat makruf."
Imam Ath-Thabari berkata, "Di antara contoh perbuatan makruf adalah bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan kita, memberi kepada orang yang tidak mau memberi, dan memaafkan orang yang telah menzalimi kita.”
Kesimpulannya, setiap amalan yang diperintahkan Allah, maka itu semua termasuk perbuatan makruf. Allah tidak mengkhususkannya dengan perbuatan tertentu. Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mengerjakan perbuatan makruf." (Tafsir Ath-Thabari, Juz 6, hlm 154).
Dari Abu Hurairah RA, seseorang berkata kepada Nabi SAW; "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai famili yang selalu saya hubungi tetapi mereka memutuskan hubungan denganku. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka membalas kebaikanku dengan berbuat jahat. Saya berusaha sabar dalam hal ini, tapi mereka selalu usil dan berbuat kebodohan kepadaku.”
Nabi SAW menjawab; "Apabila keadaanmu benar seperti apa yang engkau katakan, maka seolah-olah engkau menaburkan abu panas kepada mulut mereka dan engkau selalu mendapatkan pertolongan Allah atas mereka selama engkau tetap berbuat yang demikian." (HR Muslim).
Memaafkan termasuk tanda orang yang bertakwa. "Mereka (orang-orang yang bertakwa) itu orang-orang yang menginfakkan hartanya baik di saat lapang maupun sempit, yang menahan amarah dan yang suka memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS Ali Imran [3]: 134).
Misalnya, ada orang yang hutang kepada Anda. Walau sudah jatuh tempo dan Anda sangat membutuhkan uang tersebut, namun Anda kesulitan untuk menghubunginya, apalagi mendapatkan uang yang merupakan hak Anda.
Anda selalu dijanjikan bahwa yang bersangkutan akan segera melunasi utangnya. Namun, janji hanyalah janji, dan lebih sering meleset (tidak ditepati).
Terkadang, aib Anda dibuka dan disebarkan oleh teman dekat sendiri. Terkadang teman dekat Anda berbohong kepada orang lain dan menimpakan kesalahannya kepada Anda agar ia tetap bisa menjaga hubungan baik dengan orang tersebut. Seseorang memarahi Anda dengan kasar atas kesalahan kecil atau mungkin Anda tidak salah.
Allah memerintahkan kita agar selalu bisa memaafkan kesalahan orang lain. Namun kita juga diperintahkan untuk memperbaikinya dengan doa dan menasehatinya dengan bijaksana. "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS al-A'raf [7]: 199).
Sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan baik oleh manusia, hendaknya kita bisa memperlakukan orang lain dengan baik pula. Orang yang suka memperlakukan orang lain dengan buruk, ia pasti akan menuai hasilnya dengan kebutukan pula. “Dan perintahlah orang lain untuk berbuat makruf."
Imam Ath-Thabari berkata, "Di antara contoh perbuatan makruf adalah bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan kita, memberi kepada orang yang tidak mau memberi, dan memaafkan orang yang telah menzalimi kita.”
Kesimpulannya, setiap amalan yang diperintahkan Allah, maka itu semua termasuk perbuatan makruf. Allah tidak mengkhususkannya dengan perbuatan tertentu. Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mengerjakan perbuatan makruf." (Tafsir Ath-Thabari, Juz 6, hlm 154).
Dari Abu Hurairah RA, seseorang berkata kepada Nabi SAW; "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai famili yang selalu saya hubungi tetapi mereka memutuskan hubungan denganku. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka membalas kebaikanku dengan berbuat jahat. Saya berusaha sabar dalam hal ini, tapi mereka selalu usil dan berbuat kebodohan kepadaku.”
Nabi SAW menjawab; "Apabila keadaanmu benar seperti apa yang engkau katakan, maka seolah-olah engkau menaburkan abu panas kepada mulut mereka dan engkau selalu mendapatkan pertolongan Allah atas mereka selama engkau tetap berbuat yang demikian." (HR Muslim).
Memaafkan termasuk tanda orang yang bertakwa. "Mereka (orang-orang yang bertakwa) itu orang-orang yang menginfakkan hartanya baik di saat lapang maupun sempit, yang menahan amarah dan yang suka memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS Ali Imran [3]: 134).