Dalam setiap doa seorang Muslim hampir selalu menutupnya dengan ungkapan
doa sapu jagat: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
akhirat serta peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah:
201).
Lantunan doa tersebut bertambah kuat didengungkan saat seseorang mutawwif di rukun Yamani menuju Hajar Aswad. Namun, arti dan maksud kebaikan yang diminta oleh masing-masing pendoa berbeda satu sama lain.
Para ahli tafsir sepakat bahwa arti dan maksud kebaikan akhirat adalah surga, sebab di akhirat manusia hanya punya dua pilihan, yaitu surga dan neraka. Allah SWT berfirman, "Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (QS. An-Naazi'at: 37-41).
Sedangkan kebaikan dunia memiliki arti yang berbeda-beda antar pendoa. Ada yang mengartikannya dengan harta kekayaan melimpah, suami tampan, istri cantik, bisnis moncer, perdagangan menghasilkan, rumah besar, kendaraan mewah, anak banyak, kesabaran, keihlasan, kesyukuran dan lain sebagainya. Semua arti tersebut bersifat subyektif sesuai dengan keinginan masing-masing pendoa.
Akan tetapi, Itukah arti dan maksud yang dikehendaki Al-Qur'an? Syekh Ahmad Abdurrahim Abdul Bar mengandaikan “jika kebaikan akhirat adalah surga maka, kebaikan dunia harus otomatis menjadi penyebab bagi kebaikan akhirat.”
Harta melimpah, suami tampan, istri cantik, bisnis maju, perdagangan menghasilkan, rumah besar, mobil mewah dan sebagainya tidak secara otomatis menjadikan pemiliknya masuk surga. Bahkan tidak jarang semua perhiasan dunia tersebut justru menjadi fitnah di dunia dan menjadi bahan investigasi KPK sebelum malaikat mempermasalahkannya. Dengan demikian semua arti subyektif pendoa itu ternyata bukanlah hakikat kebaikan dunia sebagaimana yang dimaksudkan Alquran.
Lantas apa hakikat "kebaikan dunia" yang dimaksud? Di dalam banyak ayat, Alquran mengemukakan dua kunci kebaikan dunia, yaitu: iman dan amal saleh. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal (nya)." (QS. Al-Kahfi: 107).
Pada ayat lain Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga." (QS. Al-Bayyinah: 7-8).
Iman dan amal saleh ternyata menjadi pengantar langsung bagi kebaikan akhirat (surga). Bukan perhiasan dunia yang bersifat materi. Jika demikian adanya, maka kebaikan dunia itu tidak didominasi oleh orang-orang kaya, sukses, tampan dan cantik, melainkan menjadi tantangan dan peluang bagi semua manusia asalkan beriman dan beramal saleh.
Orang-orang yang mengumandangkan doa sapu jagat dengan demikian tidak bisa sekedar berpangku tangan mengharap dikabulkannya doa kebaikan, melainkan harus berjibaku meningkatkan iman dan amal salehnya dalam rangka mewujudkan "kebaikan di dunia dan di akhirat" bagi dirinya. Wallahua’lam.
Lantunan doa tersebut bertambah kuat didengungkan saat seseorang mutawwif di rukun Yamani menuju Hajar Aswad. Namun, arti dan maksud kebaikan yang diminta oleh masing-masing pendoa berbeda satu sama lain.
Para ahli tafsir sepakat bahwa arti dan maksud kebaikan akhirat adalah surga, sebab di akhirat manusia hanya punya dua pilihan, yaitu surga dan neraka. Allah SWT berfirman, "Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (QS. An-Naazi'at: 37-41).
Sedangkan kebaikan dunia memiliki arti yang berbeda-beda antar pendoa. Ada yang mengartikannya dengan harta kekayaan melimpah, suami tampan, istri cantik, bisnis moncer, perdagangan menghasilkan, rumah besar, kendaraan mewah, anak banyak, kesabaran, keihlasan, kesyukuran dan lain sebagainya. Semua arti tersebut bersifat subyektif sesuai dengan keinginan masing-masing pendoa.
Akan tetapi, Itukah arti dan maksud yang dikehendaki Al-Qur'an? Syekh Ahmad Abdurrahim Abdul Bar mengandaikan “jika kebaikan akhirat adalah surga maka, kebaikan dunia harus otomatis menjadi penyebab bagi kebaikan akhirat.”
Harta melimpah, suami tampan, istri cantik, bisnis maju, perdagangan menghasilkan, rumah besar, mobil mewah dan sebagainya tidak secara otomatis menjadikan pemiliknya masuk surga. Bahkan tidak jarang semua perhiasan dunia tersebut justru menjadi fitnah di dunia dan menjadi bahan investigasi KPK sebelum malaikat mempermasalahkannya. Dengan demikian semua arti subyektif pendoa itu ternyata bukanlah hakikat kebaikan dunia sebagaimana yang dimaksudkan Alquran.
Lantas apa hakikat "kebaikan dunia" yang dimaksud? Di dalam banyak ayat, Alquran mengemukakan dua kunci kebaikan dunia, yaitu: iman dan amal saleh. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal (nya)." (QS. Al-Kahfi: 107).
Pada ayat lain Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga." (QS. Al-Bayyinah: 7-8).
Iman dan amal saleh ternyata menjadi pengantar langsung bagi kebaikan akhirat (surga). Bukan perhiasan dunia yang bersifat materi. Jika demikian adanya, maka kebaikan dunia itu tidak didominasi oleh orang-orang kaya, sukses, tampan dan cantik, melainkan menjadi tantangan dan peluang bagi semua manusia asalkan beriman dan beramal saleh.
Orang-orang yang mengumandangkan doa sapu jagat dengan demikian tidak bisa sekedar berpangku tangan mengharap dikabulkannya doa kebaikan, melainkan harus berjibaku meningkatkan iman dan amal salehnya dalam rangka mewujudkan "kebaikan di dunia dan di akhirat" bagi dirinya. Wallahua’lam.
(Dr Muhammad Hariyadi, MA)