Alkisah, pada suatu hari, seorang warga Mesir datang ke
Madinah untuk mengadukan gubenurnya, 'Amr ibn
Al-'Ash. "Saya dizhalimi," wahai Amirul Mukminin.
"Perlakuan zhalim seperti apa yang kau alami?" tanya
'Umar.
"Saya mengikuti lomba pacuan kuda. Kuda saya bisa
mendahului kuda anak 'Amr bin Al-'Ash. Ia marah karena
saya bisa membalap dan mengalakannya. Ia turun dari
kudanya, lalu memukuli saya di hadapan para penonton,
termasuk sang gubernur, tetapi tidak seorang pun
membela saya."
Anak gubernur itu bahkan menyatakan: "Kenapa engkau
berani mendahuluiku. Tidakkah engkau tahu, aku adalah
anak orang paling terhormat di negeri ini (Mesir)!"
Mendengar pengaduan rakyatnya, 'Umar langsung
menemui anak gubernur, Muhammad ibn 'Amr bin
Al-'Ash dan memberikan balasan setimpal berupa
pukulan seperti yang dialami oleh warganya tersebut.
Setelah itu 'Umar menyentil sang gubernur, 'Amir bin
Al-'Ash: "Sejak kapan engkau memperbudak rakyat,
sementara mereka itu dilahirkan oleh ibu mereka dalam
keadaan merdeka?!"
Kasus tersebut menunjukkan betapa tinggi kepedulian
dan keadilan sang khalifah (pemimpin umat) terhadap
kemerdekaan warganya.
Merdeka adalah hak asasi setiap manusia dan bangsa.
Karena itu, siapapun di muka bumi tidak berhak untuk
menindas, menzhalimi, mengeksploitasi, menginvasi, dan
merampas hak-hak kemerdekaan mereka atas nama
apapun, lebih-lebih atas nama kekuasaan. Karena
kekuasaan adalah amanah, bukan peluang untuk
menjajah.
Peringatan HUT kemerdekaan RI mengingatkan kita
kepada masjid terbesar di Indonesia, Istiqlal. Masjid ini
memang berarti masjid kemerdekaan , karena dibangun
sebagai sebuah monumen dan sekaligus sarana ibadah
yang menyadarkan kita semua akan arti penting
kemerdekaan yang telah diperjuangkan para pendahulu
kita dengan pengorbanan jiwa, raga, dan harta.
Kata istiqlal itu sendiri dalam bahasa Arab berarti
mandiri, merdeka, tidak bergantung dan didikte oleh
pihak lain. Dengan mendirikan masjid ini, para pendiri
bangsa ini ( founding fathers ) seakan berpesan dengan
memakmurkan masjid, kita semua bisa mewujudkan
kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya.
Masjid adalah pusat dan sumber inspirasi kemerdekaan
dalam segala hal, karena di masjid semua Muslim hanya
mengabdi dan memohon pertolongan kepada Allah SWT
(QS Al-Fatihah [1]: 5). Ayat ini oleh para mufassir, antara
lain, dimaknai ayat pembebasan manusia dari
ketergantungan kepada makhluk menuju tauhid sejati.
Kemerdekaan dapat terwujud jika kita semua bersatu dan
mensinergikan diri untuk mewujudkan cita-cita mulia.
Shalat berjamaah di masjid tidak hanya melambangkan
persatuan dan kebersamaan, tetapi juga persamaan
(equality), egalitarianisme, dan anti-diskriminasi.
Yang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, penguasa dan
pengusaha dapat berdiri dalam shaf yang sama. Tidak
ada masjid hanya dikhususkan para penguasa,
pengusaha, atau pejabat. Masjid, seperti halnya
kemerdekaan, adalah hak semua.
Masjid dan kemerdekaan merupakan sebuah keniscayaan
atau ibarat dua sisi dari satu mata uang. Dalam masjid
kita dididik untuk hanya bertawajjuh (mengorientasikan
diri) dan takut kepada Allah, sehingga kita tidak serta-
merta membeo dan gampang diintervensi oleh siapapun.
Masjid mendidik kita untuk mandiri, mengembangkan
semangat kebersamaan, nasionalisme, dan patriotisme
sejati.
Spirit istiqlal tidak dapat dipisahkan dari semangat
pengabdian dan pengorbanan. Kita sudah mewarisi
kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan dan
pendahulu kita.
Pertanyaannya, sudahkah kita mewarisi pengabdian dan
pengorbanan mereka untuk kejayaan negeri ini. Istiqlal
mengajarkan kita untuk menanam dan berinvestasi masa
depan, bukan berlomba-lomba memanen hasil jerih
payah para pendahulu kita dengan menghalalkan segala
cara.
Istiqlal merupakan investasi paling berharga yang
ditanamkan para pendahulu kita untuk dijaga,
dipertahankan, dimaknai, dan dikembangkan.
Istiqlal tidak cukup hanya diperingati secara rutin tanpa
diaktualisasikan dalam bentuk dedikasi dan karya nyata.
Istiqlal adalah ruh nasionalisme kita yang perlu
ditanamkan pada diri generasi muda kita.
Ketika bangsa ini sakit dan lesu darah nasionalisme,
maka semangat istiqlal perlu digelorakan kembali,
dengan memberikan keteladanan moral dan spiritual
seperti kokohnya bangunan masjid Istiqlal.
Ketika para wakil rakyat dan para pejabat berlomba-
lomba memperkaya diri , alunan ayat dan azan nan
merdu dari Istiqlal seharusnya menyadarkan semua
untuk tidak mudah dijajah oleh hawa nafsu duniawi,
kerakusan, dan keserakahan.
Istiqlal adalah poros kemerdekaan Indonesia. Melaluinya
kita bisa beramal sosial, menempa kekuatan moral dan
kecerdasan spiritual kita.
Idealnya, peringatan HUT Kemerdekaan RI diperingati di
Masjid Istiqlal dengan renungan suci, taubat nasional,
dan komitmen bersama untuk memerdekakan bangsa ini
dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, korupsi,
illegal logging, miras, narkoba, pornografi, pornoaksi,
premanisme, dan segala bentuk kemaksiatan yang
merajalela di negeri ini.
(Muhbib Abdul Wahab)