Do'a

“ Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa
kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina. ” QS. Al-Mu’min/40: 60)
Secara teologis, ayat tersebut menegaskan bahwa orang
yang malas dan tidak mau berdoa berarti orang yang
sombong, tidak tahu diri, dan cenderung durhaka kepada
Allah SWT.
Karena itu, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“ Barangsiapa yang tidak meminta (berdoa) kepada Allah,
maka Dia akan marah/murka kepada-Nya. ” (HR. Ahmad,
Turmudzi, dan Ibn Majah)
Sesungguhnya doa merupakan jalan spiritual menuju
pertolongan dan kebahagiaan hidup yang hanya dapat
dijalani oleh hamba yang mengenal, mencintai, dan
menghambakan diri kepada Allah SWT.
Doa merupakan sumber kekuatan, harapan, dan
kenikmatan Mukmin, karena hatinya senantiasa tertambat
melalui doa dengan Sang Kekasihnya yang Maha
Penyayang.
Oleh sebab itu, Nabi SAW bersabda: “Orang yang paling
lemah adalah orang yang tidak bisa berdoa; sedangkan
orang yang paling bakhil adalah orang yang pelit
memberi salam (kepada sesame).” (HR. Ibn Hibban).
Secara teologis, doa juga merupakan jalan keluar (solusi)
bagi orang-orang yang dihadapkan kepada berbagai
persoalan dan kebuntuan dalam hidupnya.
Doa menjadi kunci pembuka sekaligus pintu keluar
menuju pencapaian cita-cita dan harapan hidup sang
pendoa.
Esensi doa adalah permohonan hamba kepada Allah SWT
agar diberikan inayah (perhatian), ma’unah
(pertolongan), dan hidayah (bimbingan, petunjuk jalan)
menuju solusi persoalan dan pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
Berdoa hanya pada waktu susah dan meninggalkannya
pada saat bahagia merupakan perilaku orang lupa (lupa
diri dan lupa Allah).
“ Dan apabila Kami beri kenikmatan kepada manusia, ia
berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ditimpa
malapetaka, maka ia banyak berdoa. ” (QS Fushshilat/41:
51).
Dalam konteks ini, Nabi SAW bersabda: “ Barangsiapa
yang ingin agar doanya di waktu kesusahan dikabulkan
oleh Allah, maka hendaklah ia memperbanyak doa di
waktu lapang dan bahagia. ” (HR. Turmudzi dan al-Hakim).
Berdoa membelajarkan diri kita untuk selalu berada
dalam oase transendental dengan Sang Maha Pemberi,
sehingga dengan begitu Mukmin selalu memiliki
optimisme tinggi dalam hidupnya.
“ Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka
ketahuilah bahwa Aku itu Maha Dekat. Aku akan
merespon doa orang yang berdoa kepada-Ku. Karena itu,
hendaklah mereka merespon perintah-Ku dan
mempercayai-Ku, semoga mereka mendapatkan
petunjuk. ” (QS. al-Baqarah/2: 186).
Jadi, karena Allah itu Maha Dekat, maka tidak ada alasan
bagi hamba untuk tidak berdoa demi peningkatan
kualitas hidupnya ke depan.
Momentum Ramadhan untuk mengoptimalkan doa secara
teologis mendapat garansi dari Nabi SAW. “ Ada tiga
manusia yang doa mereka tidak akan ditolak (oleh Allah),
yaitu: doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka, doa
pemimpin yang adil, dan doa orang terzalimi. (HR. At-
Turmudzi)
Di bulan Ramadhan ini, mengoptimalkan doa merupakan
salah satu bukti penghambaan, pengabdian, dan rasa
tawakkal hamba kepada-Nya.
Selain itu, berdoa sesungguhnya tidak sekadar
merupakan permohonan, melainkan juga puji-pujian
hamba atas segala keagungan, kemuliaan, kebesaran,
kemurahan, dan kemahakuasaan-Nya, sehingga pendoa
harus tahu diri: mau menyucikan diri, mengakui segala
kekurangan dan kefakirannya, menjauhi segala
kemaksiatan dan dosa, agar doanya didengar dan
direspon oleh-Nya.
Secara teologis, agar dikabulkan, doa harus dikawal
dengan beramal, berusaha dan berbuat sesuai dengan
apa yang dimohonkan kepada Allah.
Jika misalnya memohon kekayaan dari Allah, maka hamba
harus bekerja keras, halal dan thayyib, untuk meraih
yang dimohonkan itu.
Selain itu, hamba juga tidak boleh berputus asa, bahkan
harus selalu berbaik sangka dengan Allah bahwa doanya
pasti dikabulkan (sesuai dengan kebijaksanaan Allah).
Ketahuilah, “Allah itu Maha Baik, dan tidak menyukai
kecuali yang baik-baik,” kemudian Nabi SAW
menyebutkan mengenai seseorang yang datang dari
perjalanan jauh dengan rambut acak-acakan (kusut) dan
wajah berdebu, mengangkat tangannya ke langit sambil
berdoa: Ya Tuhanku, ya Tuhanku.
Selanjutnya beliau berkata: “Bagaimana mungkin doanya
akan dikabulkan oleh Allah, sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram” (HR.
Muslim). Semoga kita termasuk orang yang pandai dan
sukses berdoa kepada Allah SWT, terutama di bulan suci ini.
( Muhbib Abdul Wahab)