Puasa Syawal

Puasa merupakan perisai bagi seorang muslim baik di
dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai
dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat
nanti adalah perisai dari api neraka.
Rasulullah Saw. bersabda: “Maukah aku tunjukkan
padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai.”(HR.
Tirmidzi).
Seorang hamba Allah yang shaleh akan senantiasa
melakukan kebaikan-kebaikan dengan melakukan amalan-
amalah sunnah sehingga Allah mencintainya. “Dan
senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR.
Bukhari)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah
ta’ala, maka diajurkan puasa sunnah setelah melakukan
yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi Saw.
anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa
Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.
Karena dengan berpuasa syawal, maka seorang hamba
Allah seakan telah melakukan puasa setahun penuh.
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian
berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa
seperti setahun penuh.” (HR. Muslim).
Secara rasional, hitungan setahun ini berasal dari
kebaikan yang dilakukan seorang hamba Allah. Apabila
melakukan satu kebaikan maka akan dibalas sepuluh
kebaikan yang semisal. “Barangsiapa membawa amal
yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan
jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al An’am:
160).
Puasa Ramadhan selama sebulan berarti akan semisal
dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal adalah enam hari
berarti semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2
bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa
Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal
akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat
Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus
Sholihin, 3/465).
Ketika seorang hamba Allah di setiap tahun dari
hidupnya selalu diisi dengan puasa Ramadhan kemudian
dilanjutkan dengan puasa sunnah di bulan Syawal, maka
sepanjang tahun seolah telah melakukan amalan-amalan
kebaikan dari puasa. Seorang hamba yang yang dicintai
Allah Swt. hanyalah orang-orang yang melakukan amalan
kebaikan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Bila hal ini
telah dilakukan, maka Allah Swt. akan senantiasa
mencintainya.
Allah SWT berfirman dalam Hadis Qudsi, “Tiada yang
paling Aku sukai dari hamba-Ku selain mendekatkan diri
kepada-Ku dengan melakukan apa yang Aku wajibkan
padanya.
Apabila hamba-Ku mendekat pada-Ku dengan senantiasa
melakukan hal-hal yang sunnah maka Aku mencintainya.
Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi
pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, Aku
menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, Aku
menjadi tangannya yang ia gunakan untuk mengambil
(bertindak) dan Aku menjadi kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Dan, jika ia meminta pada-Ku, pastilah
Aku beri, dan jika ia memohon perlindungan, pastilah
Aku melindunginya." (HR. Bukhari).
Alangkah berkahnya hidup seorang hamba, bila
senantiasa dicintai Penciptanya. Karena hidupnya
senantiasa dihiasi dengan pahala dari amalan kebaikan
yang diwajibkan dan yang disunahkan oleh Allah Swt.
“Ya Allah, berkahilah kami dalam pendengaran kami,
penglihatan kami, hati kami, pasangan hidup kami dan
anak keturunan kami, dan terimalah taubat kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha
Penyayang".
(DR KH Ahmad Mukri Aji)