Siapa yang Dibanggakan Allah?

Adakah di antara kita yang bercita-cita menjadi pribadi
yang memalukan? Semua tentu ingin tampil sebagai
pribadi yang membanggakan. Membanggakan di mata
sesama manusia, terlebih di mata Allah. Hadis berikut
dapat memandu kita agar menjadi pribadi yang
membanggakan, khususnya di hadapan Allah.
Dari Abu Darda’ RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Ada tiga
golongan yang kelak dicintai Allah, dan Allah tertawa
kepada mereka sambil memberikan kabar gembira. Yaitu
orang yang apabila melihat perang berkecamuk, dia
segera ikut berperang di belakang orang-orang karena
Allah. Dia tidak peduli apakah nanti terbunuh atau
diselamatkan Allah. Yang demikian itu cukup baginya,
dan Allah berkata kepada para malaikat, ‘Lihatlah
hambaku ini bagaimana dia begitu sabar demi Aku’.
Kemudian orang yang memiliki istri cantik dan kasur yang
empuk dan bagus, tetapi dia bangun malam hari. Maka
Allah berkata, ‘Dia mengabaikan syahwatnya demi
mengingat Aku. Padahal kalau mau, dia bisa saja tidur’.
Kemudian, orang yang dalam bepergian bersama
rombongan, semua orang bangun lalu kembali tidur,
maka dia tetap terjaga pada waktu sahur dalam keadaan
lelah atau santai." (HR Hakim dan Thabrani).
Pertama, berjihad tanpa dengan segala daya dan
kemampuan. Melakukan jihad sungguh tidak mudah.
Jihad, apapun bentuknya, tentu akan mendapat
perlawanan dari nafsu. Bisikan nafsu akan selalu
berusaha menjauhkan kita dari jihad. Karena itu, ketika
manusia mampu berjihad, berarti ia telah mampu
menundukkan nafsunya. Ia tidak lagi mempedulikan
kepentingan dirinya. Dalam hati dan pikiran orang yang
benar-benar tulus berjihad hanya ada Allah. Jangankan
kehilangan harta, waktu, dan tenaga, pelaku jihad bahkan
tidak mau tahu dengan keselamatan nyawanya sendiri.
Itulah yang membuat Allah ‘terharu’ sehingga
menyanjung hamba-hamba yang begitu tabah dan sabar
itu di hadapan para malaikat.
Kedua, bangun malam untuk beribadah. Tidak banyak
orang yang mau bangun di waktu malam untuk
menghadap Allah. Kenikmatan istirahat berupa tidur
sangat berat ditinggalkan. Terlebih pada waktu sepertiga
malam yang terkahir. Saat itu adalah pulas-pulasnya
tidur, meskipun saat itulah Allah turun ke langit dunia,
mengabulkan doa setiap hamba-Nya yang sedang
bersimpuh luruh mengagungkan nama-Nya.
Allah sangat bangga terhadap hamba-hamba yang rela
meninggalkan peraduannya demi menghadap Tuhannya.
Dia tidak terpedaya oleh kenikmatan duniawi berupa
kamar yang indah dan istri yang cantik. Padahal semua
itu halal baginya. Dia lebih memilih memuji kebesaran
Allah melalui rangkaian ibadah pada saat selainnya
sedang tidur.
Ketiga, beribadah dalam keadaan letih. Rajin beribadah
dalam keadaan longgar adalah hal biasa. Sebab tidak ada
sesuatu yang memang harus dilakukan. Tetapi beribadah
dalam keadaan sibuk dan letih itu luar biasa. Hanya
orang-orang dengan keimanan prima yang sanggup
melakukannya.
Allah memuji orang-orang yang demikian. Dalam
perjalanan hanya sekadar contoh kesibukan dan
keletihan. Tetapi, sesungguhnya kesibukan bukan hanya
dalam kondisi musafir. Di zaman modern seperti
sekarang, banyak orang menjadi sibuk meskipun tidak
sedang dalam perjalanan. Pekerjaan yang menumpuk
akibat dikejar target oleh perusahaan juga salah satu
bentuk kesibukan. Seharian bekerja di kantor juga
merupakan sebuah keletihan.
Ketika dalam kondisi demikian, malamnya kita masih bisa
bangun malam guna melakukan tahajud, zikir, dan
tadarus Alqur’an, maka itulah kemuliaan. Allah akan
melihat kita dengan bangga. Kita juga akan disediakan
kedudukan yang mulia, baik di dunia maupun di akhirat
kelak.
Semoga kita semua dapat menjadi pribadi-pribadi
pilihan, manusia-manusia yang membanggakan di dunia
dan akhirat. Hadis ini dapat kita jadikan sebagai
panduan. Aamiin.
(M Husnaini)