Mengupas Kecantikan dan Karakter Wanita Jawa Dulu



Mengupas Kecantikan dan Karakter Wanita Jawa Dulu
Nur Azizah, Dody Handoko
Jum'at, 24 Juli 2015, 03:34 WIB

VIVA.co.id - Wanita Jawa dikenal mempunyai kecantikan yang khas. Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java bahkan menggambarkan kecantikan wanita Jawa masa itu dalam bentuk puisi.

“Wajahnya cerah bersinar seperti rembulan, begitu cantik. Raden Putri jauh lebih cantik dibanding Dewi Ratih. Dia bersinar bahkan di kegelapan, tanpa satu cacat yang ada. Dia sangat cemerlang sampai memancar ke langit saat memandang angkasa. Sinar matahari bahkan tak kuasa menandingi. Dia begitu cantik hingga tak terkatakan.”

Bila wajah digambarkan bak sinar rembulan, kali ini Stamford Raffles melukiskan bagian lain dari kecantikan wanita Jawa. “Bentuk tubuhnya sangat indah, rambutnya terurai mengikal sampai ke mata kaki. Poni rambutnya tersisir rapi dan keningnya sehalus batu cendana. Alisnya bagaikan dua helai daun mimbo, ujung matanya menyudut ke atas, bola matanya besar dan tampak berkaca-kaca dan bulu matanya lentik."

Wanita Jawa bahkan digambarkan memiliki hidung kecil dan runcing dengan deretan gigi yang rapi dan teratur. Keperkasaan wanita Jawa pun dituliskan Stamford, "hitam seperti macan kumbang."

Kecantikan khas wanita Jawa juga disairkan Stamford dengan buah dan bunga tropis. 

Kisah Bubur Panas Pangeran Sambernyawa

"Warna bibirnya seperti mangga masak. Pipinya seperti buah duren yang menaik ke atas. Telinganya secantik bunga gianti, dan lehernya menyerupai daun gadung muda.”

Begitu pula deskripsi tentang tubuh wanita Jawa, Stamford masih menggambarkannya melalui puisi. 

“Bahunya sejajar seperti timbangan emas; dadanya terbuka dan penuh; payudaranya seperti gading, bulat dan kencang. Lengannya menyiku seperti busur, jari-jarinya panjang dan ramping, selentik rerumputan hutan. Kukunya seperti mutiara, kulitnya kuning terang, pinggulnya seperti patram keluar dari cangkang dan pinggangnya seperi daun limas.”

Dalam buku Suluk Tambangraras yang ditulis tahun 1809 digambarkan sosok wanita Jawa ibarat lima jari. Buku yang diterbitkan atas permintaan Raja Paku Buwana V itu menggambarkan wanita Jawa laiknya jempol yang berarti istri harus pol mengabdi pada suami. Ibarat jari telunjuk, istri wajib menaati perintah suami.

Wanita Jawa ibarat panunggul (jari tengah), yang berarti istri harus bangga pada suaminya dalam keadaan apapun. Istri juga wajib selalu bersikap manis pada suami laiknya jari manis yang menambah manis empat jari lain. Sedangkan ibarat jejenthik (jari kelingking), istri harus selalu berhati-hati, teliti, rajin dan terampil dalam melayani suami dan anak-anaknya.

Meski begitu, wanita Jawa tetap digambarkan bisa menolak apa yang dikehendaki suaminya. Hanya saja dengan cara yang santun agar tak terkesan membangkang.

“Cerita tutur masyarakat masa Majapahit diceritakan wanita Jawa pada umumnya memiliki sifat dasar penurut, setia, lembut. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sikap mereka dalam menghargai laki-laki. Tidak banyak menuntut dan mematuhi suami. Jika protes, caranya yang lembut dan penuh kasih sayang,” ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan.

Sifat dasar berikutnya adalah hemat dan mau hidup susah. Hal ini bisa dilihat dalam kesederhanaan penampilan keseharian wanita Jawa, terutama wanita-wanita yang masih bertahan hidup di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Mereka tidak berlebihan dalam berpenampilan, cenderung hemat dan mau diajak bersama-sama memulai kehidupan dari nol meskipun dengan susah payah.

Sifat dasar mereka adalah tangguh, pekerja keras dan pantang menyerah. Sampai kini di daerah pedesaan, wanita-wanita Jawa bekerja di sawah atau di sektor UKM untuk menopang ekonomi rumah tangganya.

“Ketangguhan dan pantang menyerah terhadap tujuan hidup untuk perempuan Jawa modern sekarang mungkin bisa dilihat dengan banyaknya yang merantau ke luar daerah seorang diri untuk bekerja atau pendidikan,” ujarnya.

Karakter lain wanita Jawa adalah relatif mementingkan hal yang lebih besar dan jangka panjang daripada penampilan sesaat. Tidak berlebihan dalam bersolek sesuai dengan kondisi sosial-ekonominya. Lebih memilih rumah yang cukup layak daripada memaksakan diri punya mobil. Hemat dan siap dalam kondisi terburuk, serta mau berjuang hidup bersama dengan kondisi pas-pasan.

“Sifat lain penurut, setia, lembut. Menurut kehendak laki-laki sebagai bentuk menghargai laki-laki, tidak menuntut, dan lemah lembut." 




© VIVA.co.id