Gus Dimas |
Sebentar
lagi seluruh umat Islam akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Puasa
di bulan Ramadhan memang ibadah yang paling banyak ditunggu-tunggu umat
Islam. Karena itu, dalam beberapa hari kedepan, untaian kalimat Marhaban
ya Ramadhan, selamat datang bulan suci Ramadhan patut kita
kumandangkan.
Namun,
marhaban ya Ramadhan sepatutnya bukan sekadar ucapan selamat datang
yang terlontar dari mulut belaka. Bukan pula dengan berperilaku
konsumtif, mengikuti ajakan iklan di tayangan televisi. Maklum,
menjelang Ramadhan ini, berbagai komoditas yang diproduksi dengan
sensibilitas keagamaan dilempar ke pasar dan diiklankan.
Tanpa
kita sadari, umat Islam pada setiap momentum Ramadhan tiba selalu
diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis.
Sepertinya ibadah puasa nantinya kurang sempurna jika tidak mengkonsumsi
makanan serta minuman tertentu yang diiklankan dengan mengatasnamakan
agama.
Sungguh
disayangkan jika kita termasuk ‘korban’ dan masuk kaum konsumtif.
Subtansi penyambutan Ramadhan yang benar-benar diharuskan Islam telah
kita tinggalkan. Yang ada hanya kita mengikuti ajakan konsumerisme, yang
sebenarnya telah menjauh dari esensi penyambutan Ramadhan.
Marhaban
ya Ramadhan, sepatunya kita menyambut bulan penuh keberkahan itu dengan
berbenah diri. Perbuatan-perbuatan tercela, tidak terpuji, kebohongan,
kemalasan dan perbuatan-perbuatan negatif yang (mungkin) kita telah
lakukan sebelumnya harus segera ditinggalkan. Kita sambut Ramadhan
dengan hati yang bersih dan jernih. Berbenah diri untuk menjalankan
ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Ibadah
puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di
seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan
sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’.
Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu
sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Ramadhan
adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa
setiap muslim. Ramadhan sebagai “Shahrul Ibadah” harus kita maknai
dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai
“Shahrul Fath” (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan
kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan
petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada
jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan
sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan
perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad” (bulan
perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang
kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai “Shahrul
Maghfirah” harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Ramadhan
juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk sabar dalam
menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah
‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali Imran/3: 146).
Semoga
dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas
dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat “liwajhillah wa
limardlatillah”, karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita
mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain"
kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak
hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga
memperhatikan kualitas puasa kita.
Mengakhiri
hikmah ini, ada baiknya kita mendengarkan kisah Khalifah Umar bin
Khathab. Suatu ketika Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur
Mesir kala itu yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang
miskin.
Seorang
gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti
pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju
gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba
sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang
gubernur membangun rumah mewah buat dirinya.
“Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.
Esensi
puasa Ramadhan juga memberikan nilai ajaran agar orang yang beriman dan
bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yang hidupnya sangat sederhana.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah juga bersabda, “Berhentilah kamu makan
sebelum kenyang.”
Semoga di bulan Ramadhan nanti, kita bisa mengambil hikmah untuk bisa menjalankan hidup sederhana. Aamiin.