Pluralisme dan Kesederhanaan Toleransi
Pluralisme, sebuah kata yang berat bagi Indonesia. Begitu
banyak perbedaan di Nusantara ini, termasuk suku dan agama. Tapi ada
beberapa daerah di Indonesia, dengan kesenyapan dan kesederhanaannya
telah memberi warna bagi pluralisme secara nyata. Tak sekadar basa basi.
telah memberi warna bagi pluralisme secara nyata. Tak sekadar basa basi.
Mojowarno; cikal protestan di tengah kota santri
Banyak yang mengenal Jombang. Kota ini lebih dikenal dengan kota
santri, kantong kaum Nahdatul Ulama (NU) di Jawa Timur. Ada pesantren
Tebuireng yang terkenal. Juga Pesantren Deanyar, Tambak Beras dan
Pesantren Darul Ulum. Gus Dur, tokoh Islam yang pluralis, juga lahir di Jombang. Begitu juga Nurcholis Madjid dan Emha Ainun Najib.Kehidupan beragama di Kabupaten Jombang sangat toleran. Agama Hindu
dianut sebagian penduduk Jombang, terutama di kawasan tenggara (Wonosalam, Bareng, dan Ngoro). Selain itu, Jombang memiliki tiga kelenteng yakni Hok Liong Kiong di Kecamatan Jombang, Hong San Kiong di Kecamatan Gudo dan Bo Hway Bio di Kecamatan Mojoagung.
Pesantren Darul Ulum. Gus Dur, tokoh Islam yang pluralis, juga lahir di Jombang. Begitu juga Nurcholis Madjid dan Emha Ainun Najib.Kehidupan beragama di Kabupaten Jombang sangat toleran. Agama Hindu
dianut sebagian penduduk Jombang, terutama di kawasan tenggara (Wonosalam, Bareng, dan Ngoro). Selain itu, Jombang memiliki tiga kelenteng yakni Hok Liong Kiong di Kecamatan Jombang, Hong San Kiong di Kecamatan Gudo dan Bo Hway Bio di Kecamatan Mojoagung.
Acara Kerukunan Antar Umat Beragama di Jombang |
Ada satu kecamatan di Jombang yang masyarakatnya dominan beragama
Kristen Protestan. Namanya kecamatan Mojowarno. Mojowarno menjadi pusat
penyebaran agama Kristen Protestan pada era kolonial Belanda sampai
sekarang. Kecamatan ini adalah nama penting bagi sekitar 23 ribu umat
Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yang tersebar
di Jawa Timur. Didirikan pertama kali oleh Kasan Jariyo – seorang
Madura yang lantas memiliki nama babtis Paulus Tosari. Paulus Tosari
menjadi Kristen setelah bertemu dengan seorang peranakan Jawa-Rusia yang
bernama Coolen.GKJW Mojowarno hanya berjarak 8 kilometer
dari pesantren Tebuireng ini adalah salah satu gereja Kristen tertua di
Indonesia, berdiri sekitar 3 Maret 1881. Kecamatan ini memiliki
penduduk Kristen terbanyak di Kabupaten Jombang.Umat Kristen di Mojowarno amat bersahaja. Penyesuaian agama dan
budaya setempat amat kental di Mojowarno dan kemudian ditularkan kepada
Gereja Jawa pengikutnya. Umumnya jemaat GKJW
Mojowarno lebih senang dengan pola hidup sederhana, selaras dengan
keseharian mereka. Hal ini terlihat dari busana yang mereka kenakan
tatkala datang ke gereja. Para wanita mengenakan pakaian kebaya atau rok yang tidak berlebihan.
Sedangkan laki-laki memakai songkok, bahkan tak sedikit kaum pria yang
mengenakan sarung layaknya warga muslim pedesaan yang hendak salat
berjamaah ke masjid. Pemandangan itu tak jarang juga ditemui dalam
ibadah-ibadah khusus seperti Natal dan Paskah, kaum pria yang mengenakan
pakaian adat Jawa, lazimnya dipakai dalam upacara-upacara besar.Tata ibadah Gereja Jawa inipun dekat dengan budaya setempat. Jemaat
memakai pujian yang dilantunkan dalam bahasa Jawa halus. Kidung pujian
ini merupakan warisan budaya yang terus dilestarikan sebagai ciri khas
gereja ini. Bahkan khotbah pendeta pun dilayangkan dalam bahasa Jawa
halus dengan nada suara yang halus dan tenang. Itulah sebabnya desa Kristen ini tumbuh dengan keikhlasan umat Islam di sekelilingnya. GKJW
Mojowarno kini jadi pusat untuk 150 gereja di seluruh Jawa Timur. Dan
pertumbuhan itu tak menimbulkan gesekan sama sekali dengan agama lain.
Mataram; Hindu di tengah umat Muslim
Lain Jombang , lain pula Mataram. Kota Mataram berada di pulau Lombok
yang terletak sebelah timur Bali. Lombok juga dikenal sebagai Pulau
Sejuta Masjid. Karena memang hampir di setiap desa, di seluruh pulau
yang mayoritas suku Sasak ini, masyarakatnya mendirikan dan membangun masjid. Setiap desa seakan-akan berlomba-lomba membuat masjid yang besar, luas dan indah. Seperti ada kewajiban yang harus dipenuhi.
Masyarakat di desa-desa tersebut saling bahu-membahu, saling terikat satu sama lain dan bergotong royong mewujudkan cita-cita. Sepertinya masjid adalah soal keberadaan masyarakat pulau Lombok di depan Tuhan.
yang mayoritas suku Sasak ini, masyarakatnya mendirikan dan membangun masjid. Setiap desa seakan-akan berlomba-lomba membuat masjid yang besar, luas dan indah. Seperti ada kewajiban yang harus dipenuhi.
Masyarakat di desa-desa tersebut saling bahu-membahu, saling terikat satu sama lain dan bergotong royong mewujudkan cita-cita. Sepertinya masjid adalah soal keberadaan masyarakat pulau Lombok di depan Tuhan.
Namun di tengah keberadaan Islam, di beberapa bagian pulau Lombok
terdapat masyarakat Hindu. Ini memberikan warna tersendiri. Bisa
dipahami karena Hindu di Indonesia tidak lepas dari pulau Bali yang
berjarak tak jauh dari pulau Lombok. Mereka hidup dalam ruangan keyakinan tersendiri. Dan memang sulit memisahkan Hindu di pulau Bali dengan adat budaya Hindu yang melekat di pulau Lombok. Hindu di pulau
Lombok justru hidup tenteram dengan masyarat beragama Islam, Nasrani, Budha dan Konghucu.
berjarak tak jauh dari pulau Lombok. Mereka hidup dalam ruangan keyakinan tersendiri. Dan memang sulit memisahkan Hindu di pulau Bali dengan adat budaya Hindu yang melekat di pulau Lombok. Hindu di pulau
Lombok justru hidup tenteram dengan masyarat beragama Islam, Nasrani, Budha dan Konghucu.
Mataram adalah contoh pluralisme yang cukup baik untuk Islam dan
Hindu, karena mayoritas dihuni oleh umat Islam dan Hindu. Kota Mataram
sebagai ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat yang berpenduduk sekitar
500 ribu jiwa adalah contoh bagaimana kota dimiliki warganya tanpa
melihat perbedaan keyakinan beragama. Memang pernah kedamaian ini
terkoyak pada tahun 1974 dan 2000 yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras). Namun kekacauan itu dengan cepat terselesaikan.
Di Mataram, ketika Hari Raya Nyepi berlangsung, hampir seluruh
pelosok kota nyaris tak berkegiatan. Memang tidak sama persis dengan
keadaan pulau Bali, tetapi di hampir tempat hunian tidak satupun lampu
penerang menyala. Bahkan kegiatan usaha perekonomian pun, mengikuti
ritme agama Hindu.Di saat yang lain, ketika ibadah Ramadhan sedang dijalani, di
berbagai tempat tidak nampak penjual makanan yang buka, di siang hari.
Umat Hindu memilih membawa bekal dari rumah ketika harus makan siang di
kantor saat Ramadhan berlangsung.
Mojowarno dan Mataram mungkin adalah contoh bagi pemahaman sederhana
masyarakat beragama tentang pluralisme dan toleransi. Mereka memahami,
bahwa pluralisme tidak menghapuskan kepribadian umat. Mereka tetap
menjalani ibadah masing-masing; Islam, Kristen dan Hindu. Kesadaran
beragama yang cerdas merupakan faktor yang menjamin pluralisme dan
kebesaran hati menerima akan menjaga dari penyimpangan dan kesalahan. Pluralisme selalu punya nilai-nilai kebenaran yang bersifatuniversal, pengabaian fanatis agama secara berlebihan dan selalu
berusaha membuka diri dengan orang lain walau berbeda agama dan
keyakinan. Bila sikap seperti ini dimiliki oleh setiap umat beragama,
maka pluralisme agama dapat berkembang dengan baik, yang pada akhirnya
akan tercipta kerukunan dan toleransi umat beragama yang harmonis
ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(Indah)
(Indah)