Gus Dimas Ustadz Cinta |
Masalah mendasar yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh ialah
menghukum kafir terhadap seseorang. Perbuatan tersebut merupakan
perbuatan membahayakan dan berdampak hukum yang sangat berat, yaitu:
1. Ia (si tertuduh) tidak halal lagi untuk hidup bersama dengan istrinya. Ia wajib dipisahkan dari istrinya karena seorang wanita Muslimah tidak sah menjadi istri lelaki kafir. Sebagaimana telah disepakati dengan yakin oleh para ulama.
2. Anak-anaknya tidak boleh berada di bawah kekuasaannya. Hal itu disebabkan ia tidak dapat lagi diserahi amanat mengurus anak-anaknya dan dikhawatirkan ia akan memengaruhi mereka dengan kekafirannya.
Lebih-lebih bila mental mereka masih labil sehingga sangat mudah dipengaruhi. Jadi, anaknya merupakan amanat yang harus dipikul oleh masyarakat Islam secara keseluruhan.
3. Ia telah kehilangan hak untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari masyarakat Islam, setelah ia keluar dari Islam dengan melakukan kekafiran yang nyata dan murtad yang terang. Karena itu, ia harus disisihkan, dan hendaknya masyarakat memutuskan hubungan dengannya sehingga ia sadar dan kembali ke jalan yang benar.
4. Ia harus diseret ke pengadilan Islam untuk dieksekusi sebagai orang murtad, setelah terlebih dahulu diminta bertobat dan dihilangkan berbagai syubhat dari pikirannya serta disampaikan hujjah yang kuat terhadapnya.
5. Jika ia mati, tidak berlaku atasnya ketentuan hukum yang berlaku bagi kaum Muslimin. Karena itu, ia tidak dimandikan, tidak dishalati, tidak dikubur di pekuburan kaum Muslimin, dan tidak mewariskan sebagaimana ia tidak mewarisi harta ahli warisnya.
6. Bila ia mati dalam keadaan kafir itu, ia mendapatkan laknat Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, serta akan kekal di dalam api neraka.
Demikianlah, kita harus berhati-hati dan berpikir berulang-ulang manakala kita hendak mengafirkan orang lain. Sebab, hal itu akan membawa dampak hukum yang sangat berat bagi si tertuduh.
1. Ia (si tertuduh) tidak halal lagi untuk hidup bersama dengan istrinya. Ia wajib dipisahkan dari istrinya karena seorang wanita Muslimah tidak sah menjadi istri lelaki kafir. Sebagaimana telah disepakati dengan yakin oleh para ulama.
2. Anak-anaknya tidak boleh berada di bawah kekuasaannya. Hal itu disebabkan ia tidak dapat lagi diserahi amanat mengurus anak-anaknya dan dikhawatirkan ia akan memengaruhi mereka dengan kekafirannya.
Lebih-lebih bila mental mereka masih labil sehingga sangat mudah dipengaruhi. Jadi, anaknya merupakan amanat yang harus dipikul oleh masyarakat Islam secara keseluruhan.
3. Ia telah kehilangan hak untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari masyarakat Islam, setelah ia keluar dari Islam dengan melakukan kekafiran yang nyata dan murtad yang terang. Karena itu, ia harus disisihkan, dan hendaknya masyarakat memutuskan hubungan dengannya sehingga ia sadar dan kembali ke jalan yang benar.
4. Ia harus diseret ke pengadilan Islam untuk dieksekusi sebagai orang murtad, setelah terlebih dahulu diminta bertobat dan dihilangkan berbagai syubhat dari pikirannya serta disampaikan hujjah yang kuat terhadapnya.
5. Jika ia mati, tidak berlaku atasnya ketentuan hukum yang berlaku bagi kaum Muslimin. Karena itu, ia tidak dimandikan, tidak dishalati, tidak dikubur di pekuburan kaum Muslimin, dan tidak mewariskan sebagaimana ia tidak mewarisi harta ahli warisnya.
6. Bila ia mati dalam keadaan kafir itu, ia mendapatkan laknat Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, serta akan kekal di dalam api neraka.
Demikianlah, kita harus berhati-hati dan berpikir berulang-ulang manakala kita hendak mengafirkan orang lain. Sebab, hal itu akan membawa dampak hukum yang sangat berat bagi si tertuduh.