Gus Dimas |
”Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya” (HR Al-Baihaqi dan Ar-Rabii’)
”Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka” (HR Muslim)
Sebagaimana
hadits di atas, niat bermacam-macam. Ada yang niat mengerjakan sesuatu
untuk Allah, ada pula untuk yang lain seperti kesenangan dunia seperti
pamer, harta, jabatan atau wanita.
A. Niat yang Baik untuk Mendapat Ridha Allah SWT
Niat yang bagus adalah niat untuk mendapat ridho Allah SWT. Atau untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
”Di
antara orang-orang Arab Badwi ada orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya di jalan Allah
untuk mendekatkannya kepada Allah dan untuk memperoleh doa Rasul.
Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kelak Allah
akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [At Taubah:99]
Orang yang berbuat kebaikan hanya untuk mendapat ridho Allah akan mendapat pahala berlipat ganda:
”Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah:261]
”Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak
menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu perbuat” [Al Baqarah:265]
Niat kita harus benar-benar tulus hanya untuk Allah. Bukan dengan lainnya:
Allah
berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat, maka
barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan
amalannya tersebut (juga) kepada selainku maka Aku berlepas diri darinya
dan ia untuk yang dia syarikatkan” (HR. Ibnu Majah 2/1405 no.
4202,adapun lafal Imam Muslim (4/2289 no 2985) adalah, “aku tinggalkan
dia dan kesyirikannya”).
Jadi tidak boleh kita
melakukan sesuatu demi selain Allah misalnya demi kekasih, partai,
golongan, dan sebagainya. Itu sudah termasuk syirik.
B.Tidak Boleh Niat karena Riya atau Pamer
Sering
orang melakukan suatu kebaikan hanya karena riya. Ingin dilihat orang
sehingga orang mengatakan bahwa dia adalah dermawan, pahlawan, dan
sebagainya. Meski dia tidak mengharapkan imbalan apa-apa kecuali dikenal
orang sebagai orang yang baik, dermawan atau philanthropist, Allah
mengatakan orang seperti itu sebagai teman setan dan memberikan neraka
sebagai balasannya:
”Dan
(juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya
kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi
temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” [An
Nisaa’:38]
Imam
Ghazali dalam kitab Ihya’ ’Uluumuddiin menggambarkan orang yang riya
sebagai berikut. Jika ada orang yang melihatnya, baru dia shalat atau
berbuat kebaikan lainnya. Tapi jika tidak ada orang yang melihat, dia
tidak mengerjakannya.
Orang
seperti itu seperti orang yang shalat hanya jika ada budak yang
melihatnya di samping rajanya. Tapi begitu budak itu tidak ada, yang
tinggal hanya raja, dia bermalas-malasan. Begitulah sikap orang yang
riya terhadap Allah Raja Diraja, Tuhan Semesta alam. Orang riya macam
ini hanya membuat gemas orang saja….
Orang
yang menyebut kebaikan yang diperbuatnya, apalagi sampai menyinggung
hati orang yang menerima kebaikannya, pahalanya hilang tidak berbekas:
”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu jadilah dia bersih tidak bertanah. Mereka tidak
mendapat apa-apa dari yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir” [Al Baqarah:264]
C. Jangat Niatkan Amal untuk Mendapatkan Dunia atau Harta
Banyak
orang yang bekerja atau mencari uang hanya karena ingin kaya atau
dunia. Ini sangat berbahaya karena mereka hanya akan dapat kekayaan atau
dunia tanpa mendapatkan pahala akhirat sedikit pun:
”Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” [Huud:15-16]
Seharusnya
niat tetap untuk mencari ridho Allah sehingga mereka tetap mendapatkan
pahala di akhirat. Meski pekerjaan yang dilakukan sama, tapi karena niat
berbeda hasilnya pun berbeda.
Orang yang berusaha dengan niat mencari ridho Allah, niscaya dia akan dapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Meski
ada sebagian motivator yang baik, namun saya banyak juga menyaksikan
motivator yang memotivasi pembacanya hanya untuk menjadi kaya/mendapat
dunia. Ini berbahaya karena bisa merusak niat dan amal/usaha pembacanya.
Saran
saya pelajari teknik mencari uang dengan niat mencari ridho Allah.
Niatkan harta yang anda dapat selain untuk menafkahi keluarga anda
sesuai ajaran Islam juga untuk di jalan Allah. Sebab siapa yang berusaha
hanya ingin kekayaan/dunia tidak mendapat akhirat sedikit pun:
”Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak
ada baginya suatu bahagianpun di akhirat” [Asy Syuura:20]
”…Barang
siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
kepadanya pahala akhirat. Kami akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur” [Ali ’Imran:145]
Oleh karena itu hendaknya sebelum mengerjakan sesuatu kita niatkan pekerjaan kita ikhlas untuk Allah SWT:
”Kecuali
orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh
pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena
Allah. Maka
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar” [An
Nisaa’:146]
Meski apa yang diperbuat sama, namun Allah hanya akan menerima perbuatan orang yang bertakwa:
”Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang
lain (Qabil). Ia
berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!.” Berkata Habil: “Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” [Al
Maa-idah:27]
Bab
Niat ini sebetulnya amat penting. Karena niat itulah yang menentukan
apakah amal baik kita diterima oleh Allah atau tidak. Oleh karena itu
mari kita niatkan semua amal baik kita, termasuk dalam membaca buku ini
untuk Allah SWT.